Pembuat Roti dari Gang Melati
Segerombolan anak kecil yang berlari di setiap jalan gang ,hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang mengawali pagi ini . Tak lupa suara para ibu-ibu yang bergosip ria sambil memilih sayuran di gerobak tukang sayur ,semua aktivitas pagi di gang melati ini seakan menyambut keberangkatanku ke sekolah pagi ini. Bibirku seraya menyajikan ulasan senyum hangat pada setiap orang yang berpapasan denganku.
“Waduh,dik klenting sawo udah mau berangkat nih”tegur bang salim penjual tempe langganan ibuku
“Iya,bang salim . Doakan aku ya bang ,supaya naik kelas 3 SMA.”sapaku balik
“oh,pasti abang doakan .cepat berangkat nanti terlambat nanti terlambat dan hati-hati di jalan.”nasehat bang salim
Saat aku sedang menunggu angkutan kuning yang melaju ke arah sekolahku. Bu Elly langganan ibuku menyapaku.
“Ini Melykan.Bu Ely mau pesan kue bolu isi nangka buatan ibumu 5 buah untuk arisan nanti sore.Tolong beritahu ibumu ya.Teman-teman arisan ibu sangat suka dengan kue bolu buatan ibumu.Katanya manis dan gurih.”pinta Bu Ely
“Makasih ya ,Bu.Nanti ibu akan aku beritahu lewat sms.”tanggapku
“Oh,ya.Ibu sampai lupa,ini uangnya.”ucapnya seraya menyodorkan lembaran seratus ribu tiga lembar
“Tapi,biasanya pembayarannya dilakukan setelah ibu mengantar kuenya.”jelasku
“Iya,ibu tahu.Tidak apa-apa ibu membayar dulu.”terang Bu Ely
Setelah aku naik angkot,segera kukirim sms ibu tuk segera membuat kue bolu pesanan Bu Ely. Seolah tak ingin mengecewakan pelanggan setianya ,ibu langsung membuat kue bolu pagi itu juga. Hingga aku pulang sekolah,ibu masih berkutat di dapur dan sibuk mengaduk adonan kue dan menanti kue bolu hangat yang keluar dari oven tua peninggalan nenek.
“Ibu aku bantu ya.”ajakku
“Tidak usah,kamu belajar di kamarmu saja.Besokkan masih ada ujian ,biar ibu memebuat kue sendiri.”perintah ibu
Tanpa membantah dan berdebat dengan ibu . Kulangkahkan kakiku ke dalam kamar. Sejurus kemudian aku hanyut dalam rangkaian rumus fisika yang begitu asyik bagiku. Kucoba menyelesaikan kumpulan soal-soal di buku,serasa bermain teka-teki dan monopoli ,sayup-sayup kudengar ibu berteriak pamitan ke rumah Bu Ely. Selang 2 jam kemudian ,saat aku ketiduran di meja belajarku,aku terbangun saat kudengar pintu depan digedor dengan keras. Segera aku berlari ke ruang tamu ,saat kubuka pintunya ,Bu Yati tetangga samping kanan rumahku kini berdiri di depanku dengan baju yang basah kuyup .
“Me..Mely,ibumu...ibumu sekarang di rumah sakit .”ujarnya menggigil kedinginan .Petir menyambar di ufuk langit se`kan menyambut kabar buruk ini .
“Di rumah sakit mana bu? Aku mau kesana.’’ucapku meronta.Bu Ya ti membawaku ke rumah sakit dengan mobil jeapnya. Di sepanjang perjalanan Bu Yati menceritakan kronologis musibah yang menimpa ibuku saat mengantar kue pesanan Bu Ely ,saat ibuku melewati kompleks perumahan Araya ,tiba-tiba anjing pemburu yang lepas dari pengawasan pemiliknya lepas,anjing-anjing itu terus mengejar ibu .Naas nasib ibu,ibu jatuh tersandung dan anjing itu menerkam dan mengigit kaki ibu. Akibatnya kaki ibu terluka lalu warga sekitar menolong ibu membawanya ke rumah sakit. Menurut dokter air liur anjing itu mengandung virus rabies agar virus rabiesnya tidak menyebar ke organ lainnya,kaki ibu harus diputasi. Sampai sekarang polisi masih mencari pemilik anjing pemburu yang teledor itu. Aku dan Bu Yati menelusuri lorong-lorong rumah sakit dengan tegesa-gesa . Saat kubuka kamar rawat inap nomor 16 ,ibu menatapku lemah,wajahnya pucatnya membuat butiran jarum bening merembes di pipiku. Tanpa pikir panjang ,kudekap erat tubuh ibuku yang masih lemas. Selama seminggu ibu di rumah sakit ,aku menggantikan ibu membuat kue bolu. Meskipun letih ,kujalani semua ini dengan ikhlas. Tak terasa waktunya ibu kembali ke rumah ,tetanggaku silih berganti membesuk ibu.Kini ibu beraktivitas di temani tongkat penyangga kakinya. Setiap hari ibu membuat kue bolu pesanan tanpa mengenal letih. Berkali-kali ibu melarangku membantunya ,ibu hanya menyuruhku belajar...belajar...dan terus belajar.
“Mungkin aku harus mencari jalan lain untuk meringankan beban ibu .Iya,aku akan membelikannya sebuah kaki palsu dengan mengirimkan tulisanku ke media massa.Ibu aku berjanji akan membahagiakanmu.”batinku
Hambatan silih berganti menghampiriku takkan menyurutkan langkahku tuk terus menulis cerpen. Penolakan penerbit takkan meruntuhkan kegigihanku ,takkan pernah memudarkan kebulatan tekadku. Hingga keajaibanku itu datang menghampiriku saat penerbit UMM PRESS meneleponku ,
“Kami akan segera menerbitkan kumpulan cerpenmu ,kami yakin karyamu akan laku di pasaran. Untuk honorariumnya kamu dapat mengambilnya nanti sore.”ucap kepala penerbit
“Oh,iya makasih atas kerjasamanya.”jawabku kegirangan
Sorenya ,aku mengambil honorarium buku pertamaku ,setelah menandatangani kontrak dengan pihak penerbit UMM PRESS,seusai mengambil honorarium aku mampir toko peralatan medis ,segera kubeli sebuah kaki palsu ,setelah sampai di rumah,kutunjukkan sebuah kaki palsu di hadapan ibuku yang masih sibuk membuat adonan roti bolu,melihatku membawa sebuah kaki palsu,ibu terkejut bukan main
“Dari mana kamu mendapat kaki palsu ini,Nak?”tanya ibu
“”Mely mendapatkannya dari hasil penjualan buku kumpulan cerpen karanganku.Kaki palsu ini ,aku persembahan untuk ibuku tercinta.Ibuku yang bernama Zahra .Sosok ibu yang lemah lembut ,tegar dan terus memancarkan sinar mutiaranya walau tenggelam dalam lumpur.terima kasih atas semua ketulusan cintamu ibu.”pintaku bercucuran air mata
“Makasih klenting sawoku,klenting sawo yang selalu manis sepanjang waktu.Ibu bahagia memiliki mu ,Nak.Pasti bapak bangga melihatmu di surga.”lirih ibu sedari memberi seulas senyum terindah yang pernah kulihat dalam hidupku . Kan kukenang seulas senyum terindah dari bibir ibuku hingga hembusan terakhir nafasku.
0 komentar:
Posting Komentar