undefined
undefined

Sepotong Fajar Yang Merekah



0 komentar
Sepotong  Fajar Merekah
       Fajar. Ketika kau mulai menampakkan permata emasmu yang merekah, ingin kuuraikan kenangan terindah bersama Dewi Fajarku yang tersimpan bersama bunga Bougenvil merah hati di lorong hatiku. Awalnya aku tak pernah tertarik menatap kemilau permatamu yang bertasbih saat butiran pagi menyibak lelapku, Aku lebih memilih mengembara dalam mimpiku seusai aku bersujud pada Ilahi. Namun kini semua berubah kala dirimu membuatku terpesona pada caramu melukis wajah kalem Dewi Fajarku di setiap rekahanmu. Biarlah kusimpan potongan permata emasmu yang merekah di gugusan galaksi tertinggi dalam hatiku.     
Sepotong fajar merekah di Lereng Bromo, Pemukiman penduduk suku Tengger. Pukul 03.30.
                  Selimut angin pagi menyaput tubuhku, mengguyur hawa dingin di setiap pori-pori kulitku. Entah  mengapa sejak jam Nike hitam yang melingkar di tangan kananku menunjukkan pukul 03.00 dini hari, saat aku dan kamu bersemangat melihat potongan Fajar di lereng Bromo ini, ujung mataku tak pernah beralih menatap lekat wajah kalemmu yang kini menemaniku duduk di teras lereng Bromo menghadap danau kawah di depan kita berdua duduk. Sebuah momen terbitnya mata hati menyembul anggun di balik danau kawah ini,kau bilang kita wajib memandang sepotong Fajar yang merekah di antara siluet orange terindah di puncak impian manusia ini. Bromo. Puncak Gunung Penyimpan Rekahan Fajar tiada tandingannya menurutmu. Dan aku yakin penilaianmu tentang Bromo tak sedikitpun menyimpang, tak hanya kau saja yang mengagungkan pesona Fajar yang tersembunyi di danau kawah Bromo ini. Pelancong di negeri nun jauh dan termasyur seperti Cina, Amerika, Eropa tak mampu menutupi kekagumannya pada Fajar yang merekah di kandungan danau kawah gunung terindah ini.
                   Kembali lentik ekor mataku tak bisa beralih  memandangmu, andai kau tahu betapa sejuknya menatap wajahmu yang menyiratkan pendar harapan pagi ini. Wajah yang membuat bunga bougenvil tumbuh menjalar dalam lorong hatiku. Kau sibuk merapatkan jaket hangatmu mengimbangi tiupan angin pagi yang  kejam menusuk wajah kalemmu tanpa jeda di lereng yang menjadi saksi bisu rajutan cinta antara Rara Anteng dan Jaka Seger.Sepasang kekasih yang masih meninggalkan jejak cintanya lewat generasi penerusnya yang kini masih eksis.Suku Tengger. Jauh di lubuk hatiku aku berharap lereng Bromo ini kelak menjadi saksi terindah cintaku padamu.Mungkin aku dan kau bisa menjadi sepasang kekasih seperti Rara Anteng dan Jaka seger. Mungkin. Namun ini hanya sebatas khayalan tingkat tinggiku. Entah berwujud kenyataan atau hanya ilusi belaka yang bersliweran dalam benakku. Kala aku asyik menyelami wajah kalemmu yang berbalut kecantikan alamimu yang masih menatap lurus ke danau kawah di depan kita, kau arahkan seulas wajahmu ke arahku yang gugup menatapmu.
“Kak Yoga ,sebentar lagi sepotong Fajar terindah akan merekah.Aku yakin rekahannya akan membuatmu tersihir akan  pesonanya meski kamu pertama kali melihatnya.Tataplah setulus hatimu,perlahan kesejukan Fajar menyatu dalam darahmu bersama panggilan Ilahi.”pintamu lirih selirih angin pagi membelai wajah terindahmu
“Apa kau yakin Fajar yang merekah mampu membuatku terpesona,seperti yang selama ini kau lafadzkan?”tanyaku memastikan kesungguhan hatimu
“Tentu,kamu bisa membuktikan perkataanku,5 menit lagi kau akan terpesona pada keagungan Sang Fajar.Percaya padaku.”pintamu meyakinkanku sedari merentangkan jam monol kuning  ke arah wajahmu
                 Dan kau benar Dewiku....tuk pertama kalinya aku melihat rekahan Fajar bukan di kamar tidurku,bukan di teras rumahku atau bahkan di mimpiku tapi kini aku melihatnya di puncak  gunung terindah yang kau sebut Mahagiri Penyimpan Rekahan Fajar bersama dirimu disampingku dan rekahan Fajar ini perlahan membuatku terpesona akan keagungan Ilahi, keindahan semburat orange yang memancar anggun di lempeng suciNya, kehangatan yang memantul tulus di sela kemegahanNya. Dulu aku tak pernah peduli akan merekahnya Fajar yang menghadirkan panggilan Ilahi dalam lelapku, tapi kini semua berubah sejak kau mengajakku memandangi fajar bersamamu saat ini. Tahukah kau detik ini aku mulai terpesona pada Fajar. Hal yang paling kau sukai, kini melebur dalam detak nadiku,menjalar  dalam taman bougenvil hatiku. Tuk pertama kalinya bunga bougenvil tumbuh lebat menyelimuti lorong-lorong hatiku ketika Fajar melukiskan anggun wajahmu.Itulah kau,seulas wajah  terelok lukisan tercantik dalam Fajar merekah di hidupku.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di Pantai Malimbu,Lombok.03.30.
                       Selimut bening bergelombang sangat bersemangat menghujam batu cadas di pinggir pantai Malimbu ini mengawali episode keduaku menatap rekahan Fajar bersama Dewi Fajarku. Dewi Fajarku adalah panggilan sayangku pada wajah kalem yang kini berdiri di sampingku, Dewi yang menumbuhkan bunga bougenvil dalam lorong hatiku. Rambut panjang hitam bergelombang tersibak mengikuti angin pagi pantai yang manja mempermainkan wajahmu, selalu Fajar mengukir elok parasmu di mataku. Seulas senyum mengembang lembut dari bibirmu memberiku isyarat sebentar lagi Sang Fajar akan mempersembahkan pesona terindahnya.
“Sepertinya senyummu menyiratkan kehadiran pesona Fajar yang akan muncul sebentar lagi. Iyakan  Dewi Fajarku?”tanyaku membuka obrolan dini hari ini
“Iya.Eh..sejak kapan Kakak mengganti namaku menjadi Dewi Fajar,namakukan Kharisa Lelyana Rahitama.’’protesmu sembari menghadirkan gores kerutan heran di dahimu
“Aku tidak bermaksud mengubah namamu,mulai sekarang aku memanggilmu Dewi Fajarku karena darimu aku terpesona dengan keanggunan fajar.”jabarku
“Oh..aku kira Kakak mau mengganti namaku.Aku suka dengan panggilan Kakak untukku.”tanggapmu
“Syukur deh,aku jadi nggak bersalah sama kamu .”pintaku riang
“Eh...tunggu dulu kalau Kakak memanggilku dengan nama khusus ,aku juga ingin memberi nama panggilan khusus untuk Kakak.”pintamu
“Boleh tapi yang bagus ya.’’mintaku
“Tenang aja mulai sekarang aku memanggil Kakak bukan Kak Yoga tapi Arjuna Falsafahku.Gimana Kakak setuju?”tanyamu penasaran
“Aku setuju,tapi apa alasanmu memanggilku Arjana Falsafahmu?”tanyaku ingin tahu
“Karena bagiku Kak Yoga tak hanya sahabatku di kampus saja,tapi aku menggangap Kak Yoga laksana Arjuna yang memiliki aliran filosofi di setiap untaian ucapannya dan aku sangat bahagia memiliki sahabat seperti Kak Yoga.”paparmu berbinar-binar
“Tapi aku tak setampan Arjuna loh.”candaku
“Bagi Kak Yoga ,Kak Yoga tak setampan Arjuna,tapi bagiku Kak Yoga tak hanya tampan wajahnya tapi juga hatinya.”pujimu membuat pipiku melukis semburat merah
“Udah,jangan terlalu memujiku nanti kepalaku makin besar dan aku tak bisa melihat Fajar merekah.”ucapku tersipu 
                        Tawamu tergerai melihatku tersipu malu merespon pujianmu,tak terasa sepotong Fajar merekah menampakkan emas terindahNya  dari seutas benang bening di depan mata kita ,namun cuaca tak berpihak pada Fajar hari ini, awan mendung masih setia menghalangi  sinar sucimu menerangi bumi cintaku. Tapi semua ini tak mampu menurunkan derajat kekagumanku pada keindahan kemilauMu. Dan aku rasa sihir keanggunan pancarMu masih membius hatiku dan hati Dewi Fajarku. Aku dan kau kini menyelami keelokkan Sang Fajar yang selalu menghanyutkan hati kita berdua meski siluet orangenya bersembunyi di balik awan mendung yang tebal.
                          Kulihat wajah kalemmu puas memandang Sang Fajar yang kini hanya menampakkan seberkas sinar cerahnya,kau mulai bangkit mengajakku kembali ke tenda di belakang tempat kita duduk menatap Fajar,tenda yang kita pasang tadi malam bersama teman kampus yang tergabung dalam UKM Jurnalistik dan Fotografi Universitas Brawijaya Malang. Sebuah organisasi yang mempertemukan sosok kalemmu padaku dan sebuah hobby yang kita berdua  sukai  mampu menumbuhkan bunga bougenvil di lorong hatiku. Hobby yang jarang dimiliki anak laki-laki tapi sangat kucintai, fotografi dan menulis.Hobby yang membuatku nyaman di dekatmu karena aku juga sangat mencintai hobby yang kau sukai bahkan kau sudah mencapai level yang lebih tinggi dari  diriku walau usiamu 2 tahun dibawahku.  Di organisasi ini secara fisik kau seniorku, dan kau kini sudah memasuki semester 4, dua tahun lebih awal dariku berkat kecerdasanmu, selama masa SMP dan SMA kau selalu masuk kelas akselerasi. Tak heran kau menjadi gadis idaman sebagian cowok yang ikut dalam UKM Jurnalistik dan Fotografi ini. Kecantikanmu, kecerdasanmu, dan kekalemanmu memberi daya tarik tersendiri bagi kaum Adam termasuk aku. Kenyataan inilah yang membuatku menahan menunjukkan ribuan bunga bougenvil dalam lorong hatiku pada dirimu.
                         Sejenak aku tersadar  dalam pengembaraan memori tentangmu saat kau sodorkan kopi hangat ke arahku.
“Arjuna Falsafahku ini kopi hangat untukmu, cepat di minum sebelum dingin.”intruksimu
“Makasih,Dewi Fajarku.”pintaku sambil tersenyum
                             Aliran kehangatan yang tersimpan dalam kehangatan kopi mengalir hangat dalam tenggorakanmu sehangat wajah kalemmu.Usai puas sarapan pagi dengan roti bakar dan ikan bakar sembari meneguk kopi hangat di  tepi pantai Malimbu,aku dan kamu sibuk mengemasi perlengkapan kemah tim kita, untuk bersiap pulang ke rumah setelah perjalanan berlibur dari  Gunung Bromo dan terakhir bermalam di Pantai Malimbu ini. Karena besok waktu liburan kuliah berakhir, aku dan tim UKM  Jurnalistik dan Fotografi memutuskan mengakhiri deretan perjalanan liburan di luar kota dan melanjutkan kembali liburan bulan depan.
                             Sebelum aku berpisah dari pantai terindah yang kukunjungi pertama kali dalam hidupku, aku memutuskan hunting foto sepuas-puasnya. Mengabadikan setiap eagle terelok dalam setiap lekukan Pantai Malimbu ini berdebur. Kau juga tak mau kalah dengan anak lain, langkah kaki dan tanganmu yang lincah dengan jeli memotret panorama yang tersaji alami di Pantai Malimbu,pantai yang konon masih tergolong perawan. Biarlah pantai ini merekam semua perasaan cintaku pada Dewi Fajarku dan menyimpan semua hal terindah tentangmu. Kelak jika aku kembali menginjakkan kakiku di hamparan pasir Pantai Malimbu ini,biarlah Pantai ini menguraikan kenangan indah antara aku, kamu Dewi Fajarku dan rekahan suci Sang Fajar.
                                                JJJ


Sepotong fajar merekah di Kota Tua,Jakarta Barat.03.30
                              Tak  terasa waktu bergulir cepat, liburan semester datang menghampiriku,momen yang paling kutunggu dalam hidupku. Setelah berbulan-bulan aku rela memarkir mobilku di garasi rumahku,aku lebih memilih naik bus kota demi menghemat uang transportku dan aku terpaksa menunda acara santaiku saat malam minggu dengan mengantinya bersama kesibukanku menjadi fotografer  freelance di sebuah koran harian Malang,semua ini kulakukan untuk mendapatkan biaya perjalanan liburan keluar kota memandang Sang Fajar bersama Dewi Fajarku. Aku tak mau menaruh tanganku di bawah tangan mamaku untuk bisa berlibur bersama Dewi Fajarku, setidaknya aku berkorban untuk orang yang kucintai walau dia tak pernah tahu tentang semua pengorbananku untuknya.
                                   Seulas senyum masih terlukis manis di sudut bibirmu, kembali hatiku tersaput kesejukkan wajah kalemmu yang mengalir bersama langkahku menghampirimu yang berdiri di depan Aula kampus dengan semua tim UKM  Jurnalistik dan Fotografi.
“Gimana kamu sudah siap berangkat dan melihat kembali pesona Sang Fajar yang tiada duanya?”tanyamu menyambut kedatanganku
“Tentu,apalagi Dewi Fajarku selalu menemaniku.”responku
                                    Wahai .... Dewi Fajarku, tak pernah kutemukan senyuman yang membuatku melayang hingga  ke langit arsy dalam hidupku selama ini. Hanya senyumanmu yang membuatku seperti ini. Karena hari makin senja, Revan selaku Ketua UKM memberi komando kita semua untuk segera masuk ke dalam bus . Liburan kali ini aku dan timku akan mengunjungi sebuah museum, setelah cukup bosan melihat pemandangan alami, kita sepakat hunting foto dari bangunan peradaban  manusia masa lampau, tepatnya pada museum yang menyimpan sejuta sejarah pendudukan bangsa Belanda di Indonesia,kini museum itu terletak di Jakarta Barat. Kota Tua, tempat ketiga sekaligus episode ketiga aku bersama Dewi Fajarku menikmati Rekahan Sang Fajar memancarkan sinar benderangnya.
                                     Diluar dugaanku ketika semua masuk ke dalam bus, kau tak mendapatkan tempat duduk. Beruntung aku masih duduk  sendirian,aku mengajakmu duduk di sampingku. Selama perjalanan menuju Jakarta yang menyita waktu selama 5 jam, lorong hatiku serasa terisi ribuan bunga bougenvil,  mungkin lorong hatiku sebentar lagi tak muat menampung bunga bougenvil yang terus berkembang di hatiku. Ini efek dari kehadiranmu yang sangat lama dari liburan sebelumnya, yang hanya menghabiskan waktu 2 jam bersamamu,kini wajah kelammu tenggelam di pundakku bersama mimpi dalam lelapmu. Oh...Dewi Fajarku aku tak tahu apakah esok akan lebih indah dari malam ini? karena bagiku malam ini bersamamu lebih indah walau tanpa menatap Sang Fajar.
                                   Jam tangan Monol hitamku berdetak pukul 22.00 wib saat kurebahkan tubuh letihku di atas springbed hotel yang telah dipesan timku. Rasanya aku ingin bumi berotasi lebih cepat menjadi pagi, Ingin kuulang kembali keindahan rekahan Fajar berbalut keanggunan Dewi Fajarku. Samar- samar bayangan keindahan Fajar berbaur ke dalam katup mataku yang menutup malam lelah ini.
                                    Seperti Di lereng Gunung Bromo dan Pantai Malimbu, tepat pukul 03.30 aku dan kamu menunggu rekahan Fajar sembari duduk di sepeda tua yang ditata rapi di depan museum Kota Tua ini, uap susu cokelat hangat menyembul di sela cangkir kita berdua menambah kehangatan dalam hatiku.
“Akhirnya Arjuna Falsafahku mencintai Fajar, aku senang  memiliki sahabat yang bisa menemaniku menatap Fajar saat liburan.’’desahmu lirih sedari menyeruput susu hangat yang  tinggal setengah cangkir
“Memangnya selama liburan kau hanya sendirian memandang Sang Fajar, tak ada satupun yang menemanimu?”tanyaku tak yakin
“Enggak ada, hanya kamu yang  menemaniku menikmati Fajar terbit. Teman timku hanya mengajakku hunting foto saat liburan, mereka tidak tertarik melihat Fajar terbit di setiap tempat liburan kita.”jelasmu
                                Detik ini aku berjanji selama nafasku masih mengalir dalam hidupku aku berjanji akan selalu menemanimu melihat Sang Fajar. Sepotong Rekahan Fajar kini menampakkan semburat anggunnya di balik museum tua yang masih kokoh berdiri. Rekahan Fajar itu kini berubah laksana permadani emas yang mengkilat.                  
                                Kriiiing...kriing....jemari kananmu memencet bel memberiku isyarat tuk bersepeda pagi bersamamu. Kurasakan tangan lembutmu menggengam tangan kiriku dan kakimu langsung mengayuh pelan sepeda tua ini, berkeliling menelusuri gedung- gedung penyimpan sejarah di Kota Tua ini.
“Kita tantang mentari bersama- sama”ajakmu sembari terus bersemangat mengayuh sepeda
                               Kota tua ini kini tak hanya menyimpan sejarah pendudukan bangsa Belanda di Indonesia tapi juga menyimpan sejarah indah dalam langkahku bersama Dewi Fajarku dan sepotong Fajar yang merekah.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah Pulau Tanatang, Sulawesi Selatan. 03.30
                                 Liburan semester bersama temanku yang tergabung dalam UKM Jurnalistik dan Fotografi tak hanya berputar di ibukota, setelah 3 hari menghabiskan liburan dengan menjepret berbagai keindahan dan sisi sosial di ibukota,aku dan timku langsung take off  ke Sulawesi Selatan. Kata Edo Sie acara liburan semester ini, kita akan berlibur di sebuah pulau kecil yang akan membuat air liur kita menetes karena panorama di pulau itu seperti pulau surga,pulau yang memilki fajar,senja dan malam yang indah. Edo masih merahasiakan nama pulau ini karena kebiasaannya yang suka memberi surprise dan membuat orang lain penasaran. 
“Welcome’s to Tanatang Island,The beautifull island” pinta Edo menggelegar saat kita semua menginjakkan kaki di bumi  Selatan
                                      Edo benar pulau ini laksana surga mini yang bertengger di dunia, panorama alam yang tersaji di pulau ini sangat mempesona, terutama warna biru air laut yang bermesraan dengan warna hijau hutan mangrove di pulau kecil yang tak penghuni membentang membentuk garis panjang di pinggir selatan pantai. Terbayar sudah rasa capek menempuh perjalanan yang menyita waktu selama 6 jam dari ibukota dengan sajian terelok dari Pulau Tanatang,Pulau surga yang belum pernah kutemui sebelumnya. Senja membingkai langit pulau surga ini saat aku dan teman timku terperangah pada keanggunan pulau surga ini. Aku dan temanku tak sedikitpun berminat beristirahat ,kita justru sibuk memotret keanggunan pulau Tanatang dari berbagai sisi. Senja merangkak petang , Edo memberi komando padaku dan teman timku untuk masuk ke dalam resort yang telah di pesan. Sempat aku tak percaya dengan resort yang dipesan temanku, resort itu seperti imitasi istana pesisir Nyi Roro Kidul legenda penguasa pantai selatan Jawa. Resort yang akan menyelimuti lelapku tepat berdiri diatas tebing yang menjorong pada pantai lepas. Pohon Akasia yang tunbuh di sekitar Resort menambah keindahan resort yang telah tersaput keindahan pesisir pantai. Tak percuma aku merogoh kantongku dalam-dalam untuk menyewa resort ini selama liburan  di Sulawesi bersama teman timku.
“Aku yakin Fajar yang merekah di Pulau surga ini tak kalah anggun dengan senja tadi.”tuturmu ketika kita berdua melangkah masuk ke dalam resort
“Aku tak sabar melihat Fajar besok, akankah air liurku menetes saat merasakan rekahan Fajar di pulau ini seperti perkataan Edo tadi? “ gurauku
“He he he he aku rasa kita semua secara tidak sadar meneteskan air liur  saat kita melongo memandang pulau ini senja tadi, saking jatuh cintanya  kita dengan pemandangan di pulau ini.”ucapmu diselingi tawa renyah  
                                               Kita berdua berjalan menyusuri koridor kamar resort diselingi gelak tawa, saat kita berdua  berdiri di tengah perempatan koridor resort, Kita berdua berpisah, kau belok ke kanan menuju kamarmu yang bernomor 45 sedang aku terus berjalan lurus menuju kamarku yang bernomor 33. Baru saja aku berhasil membuka pintu kamarku dengan menempelkan kartu kamarku di gagang kunci otomatis saat kurasakan sebuah tangn kekar mendorong bahuku kasar hingga tubuhku membentur dinding kamarku sebelah kanan. Ternyata pemilik tangan kekar ini, Satrio koordinator liputan Majalah kampusku.
“Kau jangan mendekati  kharisa lagi, akhir liburan kini kau sering bersama Kharisa melihat fajar. Kharisa itu milikku jadi menjauhlah dari dia.”bentak Satrio
”Selama ini Kharisa nyaman melihat fajar bersamaku dan dia bahagia kutemani melihat fajar. Kau bukan pacarnyakan jadi kau tidak berhak melarangku dekat dengan Kharisa.”belaku
                                               Sebuah bogeman mentah mendarat di pipi kiriku, membuat aliran darah segar menetes di ujung bibir kiriku. Tanganku mengepal, darahku mendidih di ubun-ubun hampir saja kulayangkan sebuah tonjokan pada pelipisnya tapi kuurungkan, saat suara yang  familiar di telingaku berteriak  memarahi Satrio.
“Satrio hentikan. Berkali-kali sudah kubilang aku tak pernah mencintai, jadi jangan pernah menganggu orang yang berada di dekatku termasuk Kak Yoga.”terangmu
                                                Kulihat Satrio membalas menatapku dengan tatapan  kebencian dan bergegas meninggalkan kita berdua.
“Kau terluka ?”cemasmu
“Hanya lecet sedikit nanti biar kukompres sendiri.”pintaku menenangkan
“Maafkan Satrio, sifatnya memang seperti itu. Terlalu kekanak-kanakan.”pintamu kesal
“Kenapa kau menolak cintanya padahal dia tampan dan incaran banyak perempuan di kampus?”tanyaku
“Aku menilai seseorang bukan dari tampilan fisiknya, aku lebih menyukai laki-laki yang memiliki ketampanan di hatinya. Lebih baik sekarang kamu istirahat,aku takut kamu sakit karena kecapekan.”jabarmu
“Iya,selamat istirahat .”pamitku
                                               Kubanting tubuhku yang terasa remuk  di atas spring bed, perlahan rasa kantuk menderaku dan angin malam membelai tidurku.Kuku ruyuk bunyi kook ayam dari alarm handphoneku membangunkanku. Sudah pukul 03.00 tinggal 30 menit lagi aku dan Dewi Fajarku menatap rekahan fajar. Kusambar handuk kecilku dan kubenamkan tubuhku di bak kamar mandiku. Aku dan kau memilih menikmati rekahan fajar dibawah pohon Akasia dan duduk di atas bangku panjang yang terbuat dari kayu. Sisa angin malam menyibak wajah kita berdua yang semangat menanti permata emas memantul dari cakrawala.
“Arjuna Falsafahku, nanti saat fajar merekah kita panjatkan Munajat tersyahdu untuk Ilahi.”ajakmu
“Tentu, bukankah Munajat yang mustajab terpetik kala fajar merekah.”ucapku
                                               Kembali senyummu menghiasi sudut bibirmu menandakan rasa setujumu pada ucapanku. Oh ....Dewi Fajarku bila kuukir semua tentangmu kau laksana amor yang sempurna di hatiku,amor yang mampu menyemai benih bunga bougenvil merah hati di lorong hatiku. Keindahan fajar di pulau Tanatang  ini tak kalah anggun dengan keindahan senja, fajar yang merekah mempersembahkan rekahannya yang berbalut dengan siluet orange dan jingga membentuk cincin kemilau di cakrawala pagi ini. Aku dan kamu menengadah menghadap langit, menghembuskan munajat syahdu dan bertasbih menyebut syair suci. Bagiku pulau Tanatang ini surga yang menyimpan kenangan antara aku,Dewi fajarku,fajar dan untaian munajat syahdu.
                                               JJJ                                     
Sepotong fajar yang merekah di Guguk, Sumatera Barat.03.30
                                               Sebelum aku dan timku melanjutkan perjalanan liburan ke Sumatera  Barat,Kharisa selaku Pimpinan Redaksi mengingatkanku dan timku untuk menyusun laporan perjalanan yang akan dipublikasikan di majalah kampus dan menyimpan dokumentasi tempat  liburan yang telah dikunjungi untuk pameran foto di kampus. Usai berdoa sebelum berangkat ke Sumatera Barat, aku dan timku  membentuk formasi lingkaran dan saling menjulurkan telapak tangan dan berteriak mendendangkan nama UKM kita. Kau kembali duduk di sampingku saat bus yang kita tumpangi membawa kita menuju bandara dan meluncur ke Guguk, Sumatera Barat. Kau bilang Guguk adalah sebuah desa yang masih asri jauh dari hingar-bingar keramaian kota, sangat cocok untuk refreshing melepas penat dari kejenuhan kuliah.
“Edo bilang kalau di Guguk kita akan menemui suatu tempat yang familiar di Malang tapi sangat berbeda dengan yang ada di Malang seperti biasa Edo masih merahasiakan tempatnya.”paparmu dengan seulas senyum,
“Pasti panorama disana seindah di pulau Tanatang.”tebakku
“Amin”tanggapmu
                                               Kita terpaksa mengakhiri percakapan  kita karena Edo dengan semangat memberi Intruksi pada semua tim untuk segera masuk ke dalam pesawat. Kali ini aku tak duduk bersamamu,kai duduk 2 bangku di belakangku,andai nomor bangkumu no,23,kau pasti kembali duduk disampingku. Tapi aku lega, aku tak duduk sejajar dengan Satrio yang ada aku dan dia berantam terus,Tangan Reno terus mencolekku mengajakku mendengarkan musik jazz dari Ipod mininya,niatku tidur sejenak terpaksa kuurungkan.Detak musik jazz berdetak di telingaku hingga pesawat mendarat di Sumatera Barat.
                                               Hanya membutuhkan waktu 2 jam perjalanan menuju desa Guguk, kau tak bohong Dewi Fajarku, desa  Guguk terlihat sangat asri. Sepanjang mata memandang hamparan hijau menyambut pandangan, kurasakan injeksi kesejukan menelusup damai di setiap syarafku.Bus yang kita tumpangi berhenti tepat di depan hamparan sawah yang berhadapan dengan sebuah gunung kecil yang berdiri kokoh di utara pematang sawah. Penduduk desa yang ramah memberi suntikan kebahagiaan liburan di desa ini.
                                               Aku dan timku memilih berfoto dengan penduduk desa sambil jalan-jalan di pematang sawah. Dahiku berkerut saat melihatmu yang hanya terdiam memandangi teman-teman kita di tepi sawah. Aku langsung menghampirimu tuk mengajakmu bermain lumpur di sawah yang mulai menguning.
“Dewi Fajarku, ayo kita main lumpur di tengah sawah.”ajakku
“Ehmm...kepalaku sedikit pusing,aku menunggumu disini saja.”jawabmu
                                               Baru saja aku ingin kembali ke tengah sawah tapi Edo mengajakku dan timku makan siang di penginapan. Penginapan di desa Guguk ini sangat berbeda dengan penginapan yang pernah kita tinggali sebelumnya. Penginapan ini terbuat dari bambu dan rekonstruksinya sangat tradisional sekali. Suara musik angklung dan gamelan yang diiringi lagu daerah Sumatera Barat menyambut rombongan timku, sebelum aku masuk ke dalam kamarku. Kucengah kau yang akn mengunci kamarmu.
“Dewi fajarku, besok kita melihat fajar di sawah tadi ya. Aku yakin fajar yang merekah di langit sawah itu pasti indah.”saranku
“ Emmm ....iya.”jawabmu
                                               Kulihat sorot matamu menyembunyikan sesuatu dariku, dan nada suaramu seperti menyiratkan keterpaksaan. Dewi Fajarku, ada apa denganmu? Aku rasa ada sesuatu yang membebanimu. Semua tanya ini tak kuungkapkan melihatmu seperti sangat kelelahan. Biar esok kucari jawaban itu sendiri. Semoga Fajar mengungkapkan semua tanya yang bergelanyut di benakku.
                                               Udara sejuk menyaput wajah kita berdua, aku dan kau berjalan menyusuri jalan setapak desa yang nampak lengang, Sorot lampu dari senter menerangi jalan kita menuju sawah. Aku tak sabar melihat rekahan fajar dari hamparan sawah yang membentang hingga berhektar-hektar. Pasti sangat elok batinku. Sesampai di depan pematang sawah yang dialiri sungai irigasi, tanganku langsung melepas sandalku. Ingin kurasakan kelembutan tanah sawah meresap ke dalam pori kulit kakiku dan kau juga mengikuti langkahku dari belakang , tapi kurasakan tanganmu memegangku kuat-kuat dan menarik tubuhku ke belakang. Aku berbalik menghadapmu, wajah pucatmu menyambutku.
“Dewi fajarku,kamu sakit?”tanyaku cemas
Kau hanya menggelengkan kepalamu
“Lalu kenapa?”tanyaku lagi
“Maafkan aku Arjuna Falsafahku, aku tak bermaksud membuatmu kecewa.aku tak ingin melihat fajar disini karena sebenarnya aku trauma dengan sawah .Saat umurku 2 tahun aku suka bermain di sawah tapi suatu hari aku digigit ular sawah hingga aku harus menginap dari rumah sakit, sampai sekarang aku takut berjalan di sawah.”ucapmu bergetar
“Hah? Jadi kamu takut berjalan di sawah, kamu seharusnya jujur dari awal. Jadi aku tidak akan membuatmu trauma lagi. Maafkan aku Dewi fajarku.”lirihku
“Tidak,ini bukan salahmu.Sekarang aku bingung, sandalku lecek dan aku takut ular sawah kembali menggigit kakiku. Aku ingin pulang ke penginapan.”keluhmu
“Sekarang kamu naik ke punggungku.”ajakku
                                               Aku langsung duduk jongkok,dan perlahan kau naik ke punggungku. Dewi Fajarku......bagiku melihat sedih lenyap dalam hatimu dan senyum terukir di sudut bibirku adalah terindah dalam hidupku walau tanpa rekahan fajar. Entah tubuhku serasa ringan saat tubuhmu berada di punggungku ,kehangatan merasuk halus dalam tubuhku. Ingin rasanya aku memperlihatkan bunga bougenyil merah hati yang menghangat karena pesonamu di dalam hatiku. Tapi semua itu kutepis saat melihat wajahmu masih tampak pucat setelah kugendong pulang dari sawah. Kusodorkan teh hangat untuk menenangkan hatimu. Aku mengantarmu ke kamarmu untuk memastikan kau istirahat dengan tenang. Fajar bantu aku untuk memperlihatkan bunga Bougenvil merah hati di lorong hatiku pada Dewi Fajarku
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di Perkebunan Teh,Puncak Bogor.03.30
                                               Kuhembuskan nafas legaku ketika kulihat kau terlihat segar berbalut jilbab hijaumu yang nampak anggun. Kau masih antusias berangkat ke tempat terakhir liburan semester kali ini di Perkebunan Teh di Puncak Bogor.
                                               Tetes embun pagi menetes lembut dari daun-daun teh yang tumbuh rimbun di puncak bogor ini, baru saja fajar merekah dari balik rimbunan semak pohon teh yang berjajar memanjang, Rekahan yang membawa kehangatan dan kesejukan lewat sinarnya yang memantul pada setiap daun teh yang mulai menguning. Tapi baru saja aku dan kamu menikmati kesejukan udara pagi dengan berkuda mengelilingi perkebunan teh sejauh 2 hektar, hujan deras mengguyur tubuh kita, aku dan kau segera berlari menuju gubuk untuk berteduh. Karena letak gubuk cukup jauh, tubuh kita berdua basah kuyup dan dinginnya air hujan  sukses membuatmu bersin-bersin. Tak tega melihatmu mengigil kedinginan, kupasangkan jaketku mentupi tubuhmu. Untung hujan reda setelah 20 menit mengguyur bumi, aku langsung mengajakmu kembali ke penginapan. Aku tidak ingin demam karena kehujanan. Kuantarkan segelas teh hangat dan bubur ayam yang masih hangat untuk menghangat badanmu. Aku harap besok kau masih kuat menempuh perjalanan pulang ke Malang.
“Cepat habiskan buburmu biar tubuhmu hangat, dan istirahat yang banyak. Besok kita akan pulang Malang.”saranku
“Makasih, Arjuna Falsafahku. Aku beruntung memilki sahabat sepertimu.”pujimu
“Iya , sesama teman harus saling membantu.”pintaku sembari mengelus kepalanya yang dibalut kerudung merah hati seperti warna bunga bougenvil yang tumbuh di lorong hatiku
                                               Fajar jaga Dewi Fajarku, agar aku bisa mempersembahkan bunga Bougenvil merah hati yang tlah lama bersemayam di lorong hatiku.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di UKS Universitas Brawijaya,03.30
                                               Kau terbaring lemah di ruangan UKS kampus yang serba putih ini, demam dan flu tega menyerangmu hingga lemas seperti ini, berulang kali petugas UKS dan aku membujukmu pergi ke rumah sakit,kau tetap bersikukuh dirawat di ruang UKS karena rasa traumamu pada rumah sakit yang terus menghantuimu.         
                                               Jarum bening menitik di kedua pipiku melihatmu terbaring tak berdaya, tangan lemasmu menghapus air mataku yang tergerai.
“Jangan menangis,aku tidak ingin melihatmu menangis saat ini.Aku ingin melihatmu tersenyum seperti rekahan fajar,agar hatiku sejuk dan menghembuskan kesembuhan di dalam ragaku.Tersenyumlah Arjuna Falsafahku.”pintamu tersenyum lemah
                                               Aku hanya bisa tersenyum tuk menghiburmu melawan rasa sakit yang menyergapmu dan berdoa pada Ilahi agar kau tersenyum indah seperti dulu lagi. Fajar doakan Dewi Fajarku sembuh dari sakitnya agar kau bisa mengukir wajah kalemnya lagi di hatiku.
                                               JJJ
Sepotong fajar di Bandara Abdulrahman Saleh,Malang.03.30
                                               “Kau masih sakit seharusnya istirahat dulu di rumah hingga tubuhmu fit lagi.”cegahku
Baru dua hari kau dirawat di Klinik Kampus , kau akan pergi meluncur ke kota Surabaya untuk mengadakan pameran foto bersama perwakilan fotografer kampus seluruh Indonesia.
“Aku masih bisa mengikuti pameran foto ini dengan duduk di kursi roda agar aku tidak kelelahan.Ikutlah bersamaku.”ajakmu
                                               Aku ingin ikut pergi bersamamu tapi papa membutuhkan kehadiranku dalam acara ulang tahun perusahaanya yang ke 10. Maafkan aku, Dewi Fajarku aku tak bisa menemanimu.
“Aku harus menghadiri acara ulang tahun perusahaan.”jawabku kelu
“Baiklah, aku berangkat sekarang. Aku akan meneleponmu besok untuk melihat fajar bersama meski berbeda tempat. Aku berjanji akan pulang secepatnya .”pamitku sambil melambaikan tanganmu
                                               Kau mendorong trolimu dibantu petugas bandara dan seorang pramugari menuntunmu masuk ke dalam pesawat. Fajar iringi langkahnya, antar Dewi Fajarku hingga sampai tujuan dan bawa Dewi fajarku kembali padaku lagi aku telah mempersiapkan persembahan rangkaian Bunga bougenvil merah hati dalam lorong hatiku untuknya.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di Ruang Jenazah,Rumah Sakit Saiful Anwar
                                               Dua hari sudah kau berada di Surabaya, hari ini hari ketiga aku menatap fajar tanpa ada kau di sisiku. Saat aku asyik termenung memikirkanmu, handphoneku berdering. Mataku berpendar, ternyata kau yang kini meneloponku. Segera kuangkat dan suara lembutmu di seberang sana menetramkan kegalauan hatiku.
“Arjuna Falsafahku, sebentar lagi fajar merekah,aku kini memutuskan melihatnya lewat jendela pesawat. Ini pertama kalinya aku melihat fajar dari jendela pesawat. Aku tiba di Malang pukul 09.00.”kabarmu
                                               Mungkin kini waktu yang tepat untuk mempersembahkan rangkaian bunga Bougenvil yang tumbuh di lorong hatiku pada Dewi Fajarku. Perlahan kulatih lidahku.
“Baiklah nanti aku jemput. Dewi Fajarku, aku ingin mempersembahkan sesuatu yang telah lama kupendam untukmu.”
“Apa?”tanyamu
“Sebenarnya aku sangat mencintaimu Dewi Fajarku, sejak kau mengenalkanku pada pesona Fajar , aku mulai mencintaimu laksana fajar yang mengukir lewat kemilaunya yang sederhana tapi mampu menumbuhkan bunga Bougenvil untukmu di lorong hatiku. Kau tak perlu menjawabnya sekarang cukup kau goreskan perasaanmu di atas kertas dan berikan padaku saat aku menjemputmu nanti.”pintaku tulus
“Baiklah ,aku akan menantimu di bandara.”tanggapmu
                                               Jam dinding kamarku menunjukkan pukul 08.00 saat aku selesai mandi dan mulai berkemas menjemput Dewi Fajarku. Tapi aku tertegun saat menatap layar tv yang sedari tadi menyala di kamarku, kulihat sebuah pesawat terbang garuda indonesia dari Surabaya yang hendak mendarat di bandara Abdulrahman Saleh jatuh dan hampir semua penumpang tewas. Kucoba menepis dugaan buruk tentang keselamatan Dewi Fajarku, Dewi fajarku pasti selamat dari kecelakaan ini.batinku. Suara ringtone never say never justin bieber menglaun nyaring dari handphoneku . Segera kupencet tuts terima telepon, bagai tersengat aliran listrik 100 volt saat kuterima kabar dari kepolisian Dewi Fajarku masuk dalam  daftar korban kecelakaan pesawat garuda indonesia tadi, aku langsung menginjak pedal gasku kuat meluncur ke Rumah Sakit Saiful Anwar. Sesampai di pelataran parkir ruah sakit, aku langsung turun dan berlari menuju ruang jenazah. Dalam hatiku aku berdoa Dewi Fajarku masih hidup dan polisi tadi membohongiku.
                                               Seorang petugas penjaga kamar jenazah mengantarku masuk ke dalam ruang jenazah dan membuka kain penutup jenazah yang menurutnya jenazah Dewi Fajarku yang kucari. Aku tak percaya Dewi Fajarku terbaring membisu diatas tempat tidur yang berwarna putih ini. Wajah kalemnya pucat,dan tanganku bergetar menyentuh tangannya yang dingin dan terkulai diam. Berkali-kali kupanggil namanya tapi Dewi Fajarku tetap terdiam, jarum bening terus mengalir deras di pipiku. Hingga seorang suster menyentuh halus pundakku.
“Kamu yang bernama Yoga Aditya Pratama?”tanya suster
“Iya.”jawabku getir
“Ini ada secarik kertas yang melekat di tangannya tadi saat dimandikan kertas initerjatuh dari tangannya . Dan disini surat ini ditulis untukmu.”pinta suster sembari menmberi secarik kertas padaku.
Teruntuk Arjuna Falsafahku yang kucintai
                                               Teruntuk Arjuna Falsafahku yang kucintai
                                               Sesungguhnya rasa cinta untukmu sudah lama bersemayam dalam hatiku,aku mencintaimu laksana aku mencintai fajar yang merekah di sanubariku. Bagiku kau memiliki ketampanan hati yang selama ini kuidamkan. Aku beruntung menjadi pemilik hatimu. Aku berharap esok, fajar menyatukan cinta kita berdua hingga kita menatap fajar di surga nanti. Arjuna Falsafahku, aku sangat mencintaimu.
                                                                        Dari Dewi  Fajarmu
                                               Kristal bening kebahagian mengalir dalam hatiku , menggumpalkan untaian kristal yang menyorotkan keharuan yang berbaur dengan kedamaian dalam ruang hatiku saat   kubaca sepenggal goresan perasaan cinta dari Dewi fajarku.”Fajar sampaikan pada Dewi Fajarku , aku juga sangat mencintainya.”doaku terharu

                                               JJJ

Sepotong fajar merekah di Pemakaman Islam Jalan Bandung, Malang.
                                               Fajar telah merekah menguraikan kisah indah antara Aku dan Dewi fajarku. Kini fajar telah menjadi permadani emas yang berkiauan di balik pohon perdu. Kutatap lamat-lamat peristirahatan terakhirmu yang dipenuhi taburan melati yang menyeruak.Kupandangi lekat-lekat batu nisan yang mengukir namamu, Dewi fajarku yang paling kucintai. Dari  fajar aku bertemu denganmu dan dari fajar aku kehilanganmu. Kini aku mencintaimu lewat rekahan Fajar yang sangat kau cintai. Mungkin lewat menatap wajar aku menatap wajah kalemmu meski tak sedekat dulu saat kau masih ada  di sisiku.Bukankah selama ini fajar telah melukis wajah kalemmu lewat permata emasnya yang merekah di hatiku.
                                               The End
                                              
                                                                                                                          
                                                      
                                                     
  
Sepotong  Fajar Merekah
                                               Fajar. Ketika kau mulai menampakkan permata emasmu yang merekah, ingin kuuraikan kenangan terindah bersama Dewi Fajarku yang tersimpan bersama bunga Bougenvil merah hati di lorong hatiku. Awalnya aku tak pernah tertarik menatap kemilau permatamu yang bertasbih saat butiran pagi menyibak lelapku, Aku lebih memilih mengembara dalam mimpiku seusai aku bersujud pada Ilahi. Namun kini semua berubah kala dirimu membuatku terpesona pada caramu melukis wajah kalem Dewi Fajarku di setiap rekahanmu. Biarlah kusimpan potongan permata emasmu yang merekah di gugusan galaksi tertinggi dalam hatiku.     
Sepotong fajar merekah di Lereng Bromo, Pemukiman penduduk suku Tengger. Pukul 03.30.
                  Selimut angin pagi menyaput tubuhku, mengguyur hawa dingin di setiap pori-pori kulitku. Entah  mengapa sejak jam Nike hitam yang melingkar di tangan kananku menunjukkan pukul 03.00 dini hari, saat aku dan kamu bersemangat melihat potongan Fajar di lereng Bromo ini, ujung mataku tak pernah beralih menatap lekat wajah kalemmu yang kini menemaniku duduk di teras lereng Bromo  menghadap danau kawah di depan kita berdua duduk. Sebuah momen terbitnya mata hati menyembul anggun di balik danau kawah ini,kau bilang kita wajib memandang sepotong Fajar yang merekah di antara siluet orange terindah di puncak impian manusia ini. Bromo. Puncak Gunung Penyimpan Rekahan Fajar tiada tandingannya menurutmu. Dan aku yakin penilaianmu tentang Bromo tak sedikitpun menyimpang, tak hanya kau saja yang mengagungkan pesona Fajar yang tersembunyi di danau kawah Bromo ini. Pelancong di negeri nun jauh dan termasyur seperti Cina, Amerika, Eropa tak mampu menutupi kekagumannya pada Fajar yang merekah di kandungan danau kawah gunung terindah ini.
                   Kembali lentik ekor mataku tak bisa beralih  memandangmu, andai kau tahu betapa sejuknya menatap wajahmu yang menyiratkan pendar harapan pagi ini. Wajah yang membuat bunga bougenvil tumbuh menjalar dalam lorong hatiku. Kau sibuk merapatkan jaket hangatmu mengimbangi tiupan angin pagi yang  kejam menusuk wajah kalemmu tanpa jeda di lereng yang menjadi saksi bisu rajutan cinta antara Rara Anteng dan Jaka Seger.Sepasang kekasih yang masih meninggalkan jejak cintanya lewat generasi penerusnya yang kini masih eksis.Suku Tengger. Jauh di lubuk hatiku aku berharap lereng Bromo ini kelak menjadi saksi terindah cintaku padamu.Mungkin aku dan kau bisa menjadi sepasang kekasih seperti Rara Anteng dan Jaka seger. Mungkin. Namun ini hanya sebatas khayalan tingkat tinggiku. Entah berwujud kenyataan atau hanya ilusi belaka yang bersliweran dalam benakku. Kala aku asyik menyelami wajah kalemmu yang berbalut kecantikan alamimu yang masih menatap lurus ke danau kawah di depan kita, kau arahkan seulas wajahmu ke arahku yang gugup menatapmu.
“Kak Yoga ,sebentar lagi sepotong Fajar terindah akan merekah.Aku yakin rekahannya akan membuatmu tersihir akan  pesonanya meski kamu pertama kali melihatnya.Tataplah setulus hatimu,perlahan kesejukan Fajar menyatu dalam darahmu bersama panggilan Ilahi.”pintamu lirih selirih angin pagi membelai wajah terindahmu
“Apa kau yakin Fajar yang merekah mampu membuatku terpesona,seperti yang selama ini kau lafadzkan?”tanyaku memastikan kesungguhan hatimu
“Tentu,kamu bisa membuktikan perkataanku,5 menit lagi kau akan terpesona pada keagungan Sang Fajar.Percaya padaku.”pintamu meyakinkanku sedari merentangkan jam monol kuning  ke arah wajahmu
                 Dan kau benar Dewiku....tuk pertama kalinya aku melihat rekahan Fajar bukan di kamar tidurku,bukan di teras rumahku atau bahkan di mimpiku tapi kini aku melihatnya di puncak  gunung terindah yang kau sebut Mahagiri Penyimpan Rekahan Fajar bersama dirimu disampingku dan rekahan Fajar ini perlahan membuatku terpesona akan keagungan Ilahi, keindahan semburat orange yang memancar anggun di lempeng suciNya, kehangatan yang memantul tulus di sela kemegahanNya. Dulu aku tak pernah peduli akan merekahnya Fajar yang menghadirkan panggilan Ilahi dalam lelapku, tapi kini semua berubah sejak kau mengajakku memandangi fajar bersamamu saat ini. Tahukah kau detik ini aku mulai terpesona pada Fajar. Hal yang paling kau sukai, kini melebur dalam detak nadiku,menjalar  dalam taman bougenvil hatiku. Tuk pertama kalinya bunga bougenvil tumbuh lebat menyelimuti lorong-lorong hatiku ketika Fajar melukiskan anggun wajahmu.Itulah kau,seulas wajah  terelok lukisan tercantik dalam Fajar merekah di hidupku.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di Pantai Malimbu,Lombok.03.30.
                       Selimut bening bergelombang sangat bersemangat menghujam batu cadas di pinggir pantai Malimbu ini mengawali episode keduaku menatap rekahan Fajar bersama Dewi Fajarku. Dewi Fajarku adalah panggilan sayangku pada wajah kalem yang kini berdiri di sampingku, Dewi yang menumbuhkan bunga bougenvil dalam lorong hatiku. Rambut panjang hitam bergelombang tersibak mengikuti angin pagi pantai yang manja mempermainkan wajahmu, selalu Fajar mengukir elok parasmu di mataku. Seulas senyum mengembang lembut dari bibirmu memberiku isyarat sebentar lagi Sang Fajar akan mempersembahkan pesona terindahnya.
“Sepertinya senyummu menyiratkan kehadiran pesona Fajar yang akan muncul sebentar lagi. Iyakan  Dewi Fajarku?”tanyaku membuka obrolan dini hari ini
“Iya.Eh..sejak kapan Kakak mengganti namaku menjadi Dewi Fajar,namakukan Kharisa Lelyana Rahitama.’’protesmu sembari menghadirkan gores kerutan heran di dahimu
“Aku tidak bermaksud mengubah namamu,mulai sekarang aku memanggilmu Dewi Fajarku karena darimu aku terpesona dengan keanggunan fajar.”jabarku
“Oh..aku kira Kakak mau mengganti namaku.Aku suka dengan panggilan Kakak untukku.”tanggapmu
“Syukur deh,aku jadi nggak bersalah sama kamu .”pintaku riang
“Eh...tunggu dulu kalau Kakak memanggilku dengan nama khusus ,aku juga ingin memberi nama panggilan khusus untuk Kakak.”pintamu
“Boleh tapi yang bagus ya.’’mintaku
“Tenang aja mulai sekarang aku memanggil Kakak bukan Kak Yoga tapi Arjuna Falsafahku.Gimana Kakak setuju?”tanyamu penasaran
“Aku setuju,tapi apa alasanmu memanggilku Arjana Falsafahmu?”tanyaku ingin tahu
“Karena bagiku Kak Yoga tak hanya sahabatku di kampus saja,tapi aku menggangap Kak Yoga laksana Arjuna yang memiliki aliran filosofi di setiap untaian ucapannya dan aku sangat bahagia memiliki sahabat seperti Kak Yoga.”paparmu berbinar-binar
“Tapi aku tak setampan Arjuna loh.”candaku
“Bagi Kak Yoga ,Kak Yoga tak setampan Arjuna,tapi bagiku Kak Yoga tak hanya tampan wajahnya tapi juga hatinya.”pujimu membuat pipiku melukis semburat merah
“Udah,jangan terlalu memujiku nanti kepalaku makin besar dan aku tak bisa melihat Fajar merekah.”ucapku tersipu 
                        Tawamu tergerai melihatku tersipu malu merespon pujianmu,tak terasa sepotong Fajar merekah menampakkan emas terindahNya  dari seutas benang bening di depan mata kita ,namun cuaca tak berpihak pada Fajar hari ini, awan mendung masih setia menghalangi  sinar sucimu menerangi bumi cintaku. Tapi semua ini tak mampu menurunkan derajat kekagumanku pada keindahan kemilauMu. Dan aku rasa sihir keanggunan pancarMu masih membius hatiku dan hati Dewi Fajarku. Aku dan kau kini menyelami keelokkan Sang Fajar yang selalu menghanyutkan hati kita berdua meski siluet orangenya bersembunyi di balik awan mendung yang tebal.
                          Kulihat wajah kalemmu puas memandang Sang Fajar yang kini hanya menampakkan seberkas sinar cerahnya,kau mulai bangkit mengajakku kembali ke tenda di belakang tempat kita duduk menatap Fajar,tenda yang kita pasang tadi malam bersama teman kampus yang tergabung dalam UKM Jurnalistik dan Fotografi Universitas Brawijaya Malang. Sebuah organisasi yang mempertemukan sosok kalemmu padaku dan sebuah hobby yang kita berdua  sukai  mampu menumbuhkan bunga bougenvil di lorong hatiku. Hobby yang jarang dimiliki anak laki-laki tapi sangat kucintai, fotografi dan menulis.Hobby yang membuatku nyaman di dekatmu karena aku juga sangat mencintai hobby yang kau sukai bahkan kau sudah mencapai level yang lebih tinggi dari  diriku walau usiamu 2 tahun dibawahku.  Di organisasi ini secara fisik kau seniorku, dan kau kini sudah memasuki semester 4, dua tahun lebih awal dariku berkat kecerdasanmu, selama masa SMP dan SMA kau selalu masuk kelas akselerasi. Tak heran kau menjadi gadis idaman sebagian cowok yang ikut dalam UKM Jurnalistik dan Fotografi ini. Kecantikanmu, kecerdasanmu, dan kekalemanmu memberi daya tarik tersendiri bagi kaum Adam termasuk aku. Kenyataan inilah yang membuatku menahan menunjukkan ribuan bunga bougenvil dalam lorong hatiku pada dirimu.
                         Sejenak aku tersadar  dalam pengembaraan memori tentangmu saat kau sodorkan kopi hangat ke arahku.
“Arjuna Falsafahku ini kopi hangat untukmu, cepat di minum sebelum dingin.”intruksimu
“Makasih,Dewi Fajarku.”pintaku sambil tersenyum
                             Aliran kehangatan yang tersimpan dalam kehangatan kopi mengalir hangat dalam tenggorakanmu sehangat wajah kalemmu.Usai puas sarapan pagi dengan roti bakar dan ikan bakar sembari meneguk kopi hangat di  tepi pantai Malimbu,aku dan kamu sibuk mengemasi perlengkapan kemah tim kita, untuk bersiap pulang ke rumah setelah perjalanan berlibur dari  Gunung Bromo dan terakhir bermalam di Pantai Malimbu ini. Karena besok waktu liburan kuliah berakhir, aku dan tim UKM  Jurnalistik dan Fotografi memutuskan mengakhiri deretan perjalanan liburan di luar kota dan melanjutkan kembali liburan bulan depan.
                             Sebelum aku berpisah dari pantai terindah yang kukunjungi pertama kali dalam hidupku, aku memutuskan hunting foto sepuas-puasnya. Mengabadikan setiap eagle terelok dalam setiap lekukan Pantai Malimbu ini berdebur. Kau juga tak mau kalah dengan anak lain, langkah kaki dan tanganmu yang lincah dengan jeli memotret panorama yang tersaji alami di Pantai Malimbu,pantai yang konon masih tergolong perawan. Biarlah pantai ini merekam semua perasaan cintaku pada Dewi Fajarku dan menyimpan semua hal terindah tentangmu. Kelak jika aku kembali menginjakkan kakiku di hamparan pasir Pantai Malimbu ini,biarlah Pantai ini menguraikan kenangan indah antara aku, kamu Dewi Fajarku dan rekahan suci Sang Fajar.
                                                JJJ


Sepotong fajar merekah di Kota Tua,Jakarta Barat.03.30
                              Tak  terasa waktu bergulir cepat, liburan semester datang menghampiriku,momen yang paling kutunggu dalam hidupku. Setelah berbulan-bulan aku rela memarkir mobilku di garasi rumahku,aku lebih memilih naik bus kota demi menghemat uang transportku dan aku terpaksa menunda acara santaiku saat malam minggu dengan mengantinya bersama kesibukankt menjadi fotografer  freelance di sebuah koran harian Malang,semua ini kulakukan untuk mendapatkan biaya perjalanan liburan keluar kota memandang Sang Fajar bersama Dewi Fajarku. Aku tak mau menaruh tanganku di bawah tangan mamaku untuk bisa berlibur bersama Dewi Fajarku, setidaknya aku berkorban untuk orang yang kucintai walau dia tak pernah tahu tentang semua pengorbananku untuknya.
                                   Seulas senyum masih terlukis manis di sudut bibirmu, kembali hatiku tersaput kesejukkan wajah kalemmu yang mengalir bersama langkahku menghampirimu yang berdiri di depan Aula kampus dengan semua tim UKM  Jurnalistik dan Fotografi.
“Gimana kamu sudah siap berangkat dan melihat kembali pesona Sang Fajar yang tiada duanya?”tanyamu menyambut kedatanganku
“Tentu,apalagi Dewi Fajarku selalu menemaniku.”responku
                                    Wahai .... Dewi Fajarku, tak pernah kutemukan senyuman yang membuatku melayang hingga  ke langit arsy dalam hidupku selama ini. Hanya senyumanmu yang membuatku seperti ini. Karena hari makin senja, Revan selaku Ketua UKM memberi komando kita semua untuk segera masuk ke dalam bus . Liburan kali ini aku dan timku akan mengunjungi sebuah museum, setelah cukup bosan melihat pemandangan alami, kita sepakat hunting foto dari bangunan peradaban  manusia masa lampau, tepatnya pada museum yang menyimpan sejuta sejarah pendudukan bangsa Belanda di Indonesia,kini museum itu terletak di Jakarta Barat. Kota Tua, tempat ketiga sekaligus episode ketiga aku bersama Dewi Fajarku menikmati Rekahan Sang Fajar memancarkan sinar benderangnya.
                                     Diluar dugaanku ketika semua masuk ke dalam bus, kau tak mendapatkan tempat duduk. Beruntung aku masih duduk  sendirian,aku mengajakmu duduk di sampingku. Selama perjalanan menuju Jakarta yang menyita waktu selama 5 jam, lorong hatiku serasa terisi ribuan bunga bougenvil,  mungkin lorong hatiku sebentar lagi tak muat menampung bunga bougenvil yang terus berkembang di hatiku. Ini efek dari kehadiranmu yang sangat lama dari liburan sebelumnya, yang hanya menghabiskan waktu 2 jam bersamamu,kini wajah kelammu tenggelam di pundakku bersama mimpi dalam lelapmu. Oh...Dewi Fajarku aku tak tahu apakah esok akan lebih indah dari malam ini? karena bagiku malam ini bersamamu lebih indah walau tanpa menatap Sang Fajar.
                                   Jam tangan Monol hitamku berdetak pukul 22.00 wib saat kurebahkan tubuh letihku di atas springbed hotel yang telah dipesan timku. Rasanya aku ingin bumi berotasi lebih cepat menjadi pagi, Ingin kuulang kembali keindahan rekahan Fajar berbalut keanggunan Dewi Fajarku. Samar- samar bayangan keindahan Fajar berbaur ke dalam katup mataku yang menutup malam lelah ini.
                                    Seperti Di lereng Gunung Bromo dan Pantai Malimbu, tepat pukul 03.30 aku dan kamu menunggu rekahan Fajar sembari duduk di sepeda tua yang ditata rapi di depan museum Kota Tua ini, uap susu cokelat hangat menyembul di sela cangkir kita berdua menambah kehangatan dalam hatiku.
“Akhirnya Arjuna Falsafahku mencintai Fajar, aku senang  memiliki sahabat yang bisa menemaniku menatap Fajar saat liburan.’’desahmu lirih sedari menyeruput susu hangat yang  tinggal setengah cangkir
“Memangnya selama liburan kau hanya sendirian memandang Sang Fajar, tak ada satupun yang menemanimu?”tanyaku tak yakin
“Enggak ada, hanya kamu yang  menemaniku menikmati Fajar terbit. Teman timku hanya mengajakku hunting foto saat liburan, mereka tidak tertarik melihat Fajar terbit di setiap tempat liburan kita.”jelasmu
                                Detik ini aku berjanji selama nafasku masih mengalir dalam hidupku aku berjanji akan selalu menemanimu melihat Sang Fajar. Sepotong Rekahan Fajar kini menampakkan semburat anggunnya di balik museum tua yang masih kokoh berdiri. Rekahan Fajar itu kini berubah laksana permadani emas yang mengkilat.                  
                                Kriiiing...kriing....jemari kananmu memencet bel memberiku isyarat tuk bersepeda pagi bersamamu. Kurasakan tangan lembutmu menggengam tangan kiriku dan kakimu langsung mengayuh pelan sepeda tua ini, berkeliling menelusuri gedung- gedung penyimpan sejarah di Kota Tua ini.
“Kita tantang mentari bersama- sama”ajakmu sembari terus bersemangat mengayuh sepeda
                               Kota tua ini kini tak hanya menyimpan sejarah pendudukan bangsa Belanda di Indonesia tapi juga menyimpan sejarah indah dalam langkahku bersama Dewi Fajarku dan sepotong Fajar yang merekah.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah Pulau Tanatang, Sulawesi Selatan. 03.30
                                 Liburan semester bersama temanku yang tergabung dalam UKM Jurnalistik dan Fotografi tak hanya berputar di ibukota, setelah 3 hari menghabiskan liburan dengan menjepret berbagai keindahan dan sisi sosial di ibukota,aku dan timku langsung take off  ke Sulawesi Selatan. Kata Edo Sie acara liburan semester ini, kita akan berlibur di sebuah pulau kecil yang akan membuat air liur kita menetes karena panorama di pulau itu seperti pulau surga,pulau yang memilki fajar,senja dan malam yang indah. Edo masih merahasiakan nama pulau ini karena kebiasaannya yang suka memberi surprise dan membuat orang lain penasaran. 
“Welcome’s to Tanatang Island,The beautifull island” pinta Edo menggelegar saat kita semua menginjakkan kaki di bumi  Selatan
                                      Edo benar pulau ini laksana surga mini yang bertengger di dunia, panorama alam yang tersaji di pulau ini sangat mempesona, terutama warna biru air laut yang bermesraan dengan warna hijau hutan mangrove di pulau kecil yang tak penghuni membentang membentuk garis panjang di pinggir selatan pantai. Terbayar sudah rasa capek menempuh perjalanan yang menyita waktu selama 6 jam dari ibukota dengan sajian terelok dari Pulau Tanatang,Pulau surga yang belum pernah kutemui sebelumnya. Senja membingkai langit pulau surga ini saat aku dan teman timku terperangah pada keanggunan pulau surga ini. Aku dan temanku tak sedikitpun berminat beristirahat ,kita justru sibuk memotret keanggunan pulau Tanatang dari berbagai sisi. Senja merangkak petang , Edo memberi komando padaku dan teman timku untuk masuk ke dalam resort yang telah di pesan. Sempat aku tak percaya dengan resort yang dipesan temanku, resort itu seperti imitasi istana pesisir Nyi Roro Kidul legenda penguasa pantai selatan Jawa. Resort yang akan menyelimuti lelapku tepat berdiri diatas tebing yang menjorong pada pantai lepas. Pohon Akasia yang tunbuh di sekitar Resort menambah keindahan resort yang telah tersaput keindahan pesisir pantai. Tak percuma aku merogoh kantongku dalam-dalam untuk menyewa resort ini selama liburan  di Sulawesi bersama teman timku.
“Aku yakin Fajar yang merekah di Pulau surga ini tak kalah anggun dengan senja tadi.”tuturmu ketika kita berdua melangkah masuk ke dalam resort
“Aku tak sabar melihat Fajar besok, akankah air liurku menetes saat merasakan rekahan Fajar di pulau ini seperti perkataan Edo tadi? “ gurauku
“He he he he aku rasa kita semua secara tidak sadar meneteskan air liur  saat kita melongo memandang pulau ini senja tadi, saking jatuh cintanya  kita dengan pemandangan di pulau ini.”ucapmu diselingi tawa renyah  
                                               Kita berdua berjalan menyusuri koridor kamar resort diselingi gelak tawa, saat kita berdua  berdiri di tengah perempatan koridor resort, Kita berdua berpisah, kau belok ke kanan menuju kamarmu yang bernomor 45 sedang aku terus berjalan lurus menuju kamarku yang bernomor 33. Baru saja aku berhasil membuka pintu kamarku dengan menempelkan kartu kamarku di gagang kunci otomatis saat kurasakan sebuah tangn kekar mendorong bahuku kasar hingga tubuhku membentur dinding kamarku sebelah kanan. Ternyata pemilik tangan kekar ini, Satrio koordinator liputan Majalah kampusku.
“Kau jangan mendekati  kharisa lagi, akhir liburan kini kau sering bersama Kharisa melihat fajar. Kharisa itu milikku jadi menjauhlah dari dia.”bentak Satrio
”Selama ini Kharisa nyaman melihat fajar bersamaku dan dia bahagia kutemani melihat fajar. Kau bukan pacarnyakan jadi kau tidak berhak melarangku dekat dengan Kharisa.”belaku
                                               Sebuah bogeman mentah mendarat di pipi kiriku, membuat aliran darah segar menetes di ujung bibir kiriku. Tanganku mengepal, darahku mendidih di ubun-ubun hampir saja kulayangkan sebuah tonjokan pada pelipisnya tapi kuurungkan, saat suara yang  familiar di telingaku berteriak  memarahi Satrio.
“Satrio hentikan. Berkali-kali sudah kubilang aku tak pernah mencintai, jadi jangan pernah menganggu orang yang berada di dekatku termasuk Kak Yoga.”terangmu
                                                Kulihat Satrio membalas menatapku dengan tatapan  kebencian dan bergegas meninggalkan kita berdua.
“Kau terluka ?”cemasmu
“Hanya lecet sedikit nanti biar kukompres sendiri.”pintaku menenangkan
“Maafkan Satrio, sifatnya memang seperti itu. Terlalu kekanak-kanakan.”pintamu kesal
“Kenapa kau menolak cintanya padahal dia tampan dan incaran banyak perempuan di kampus?”tanyaku
“Aku menilai seseorang bukan dari tampilan fisiknya, aku lebih menyukai laki-laki yang memiliki ketampanan di hatinya. Lebih baik sekarang kamu istirahat,aku takut kamu sakit karena kecapekan.”jabarmu
“Iya,selamat istirahat .”pamitku
                                               Kubanting tubuhku yang terasa remuk  di atas spring bed, perlahan rasa kantuk menderaku dan angin malam membelai tidurku.Kuku ruyuk bunyi kook ayam dari alarm handphoneku membangunkanku. Sudah pukul 03.00 tinggal 30 menit lagi aku dan Dewi Fajarku menatap rekahan fajar. Kusambar handuk kecilku dan kubenamkan tubuhku di bak kamar mandiku. Aku dan kau memilih menikmati rekahan fajar dibawah pohon Akasia dan duduk di atas bangku panjang yang terbuat dari kayu. Sisa angin malam menyibak wajah kita berdua yang semangat menanti permata emas memantul dari cakrawala.
“Arjuna Falsafahku, nanti saat fajar merekah kita panjatkan Munajat tersyahdu untuk Ilahi.”ajakmu
“Tentu, bukankah Munajat yang mustajab terpetik kala fajar merekah.”ucapku
                                               Kembali senyummu menghiasi sudut bibirmu menandakan rasa setujumu pada ucapanku. Oh ....Dewi Fajarku bila kuukir semua tentangmu kau laksana amor yang sempurna di hatiku,amor yang mampu menyemai benih bunga bougenvil merah hati di lorong hatiku. Keindahan fajar di pulau Tanatang  ini tak kalah anggun dengan keindahan senja, fajar yang merekah mempersembahkan rekahannya yang berbalut dengan siluet orange dan jingga membentuk cincin kemilau di cakrawala pagi ini. Aku dan kamu menengadah menghadap langit, menghembuskan munajat syahdu dan bertasbih menyebut syair suci. Bagiku pulau Tanatang ini surga yang menyimpan kenangan antara aku,Dewi fajarku,fajar dan untaian munajat syahdu.
                                               JJJ                                     
Sepotong fajar yang merekah di Guguk, Sumatera Barat.03.30
                                               Sebelum aku dan timku melanjutkan perjalanan liburan ke Sumatera  Barat,Kharisa selaku Pimpinan Redaksi mengingatkanku dan timku untuk menyusun laporan perjalanan yang akan dipublikasikan di majalah kampus dan menyimpan dokumentasi tempat  liburan yang telah dikunjungi untuk pameran foto di kampus. Usai berdoa sebelum berangkat ke Sumatera Barat, aku dan timku  membentuk formasi lingkaran dan saling menjulurkan telapak tangan dan berteriak mendendangkan nama UKM kita. Kau kembali duduk di sampingku saat bus yang kita tumpangi membawa kita menuju bandara dan meluncur ke Guguk, Sumatera Barat. Kau bilang Guguk adalah sebuah desa yang masih asri jauh dari hingar-bingar keramaian kota, sangat cocok untuk refreshing melepas penat dari kejenuhan kuliah.
“Edo bilang kalau di Guguk kita akan menemui suatu tempat yang familiar di Malang tapi sangat berbeda dengan yang ada di Malang seperti biasa Edo masih merahasiakan tempatnya.”paparmu dengan seulas senyum,
“Pasti panorama disana seindah di pulau Tanatang.”tebakku
“Amin”tanggapmu
                                               Kita terpaksa mengakhiri percakapan  kita karena Edo dengan semangat memberi Intruksi pada semua tim untuk segera masuk ke dalam pesawat. Kali ini aku tak duduk bersamamu,kai duduk 2 bangku di belakangku,andai nomor bangkumu no,23,kau pasti kembali duduk disampingku. Tapi aku lega, aku tak duduk sejajar dengan Satrio yang ada aku dan dia berantam terus,Tangan Reno terus mencolekku mengajakku mendengarkan musik jazz dari Ipod mininya,niatku tidur sejenak terpaksa kuurungkan.Detak musik jazz berdetak di telingaku hingga pesawat mendarat di Sumatera Barat.
                                               Hanya membutthkan waktu 2 jam perjalanan menuju desa Guguk, kau tak bohong Dewi Fajarku, desa  Guguk terlihat sangat asri. Sepanjang mata memandang hamparan hijau menyambut pandangan, kurasakan injeksi kesejukan menelusup damai di setiap syarafku.Bus yang kita tumpangi berhenti tepat di depan hamparan sawah yang berhadapan dengan sebuah gunung kecil yang berdiri kokoh di utara pematang sawah. Penduduk desa yang ramah memberi suntikan kebahagiaan liburan di desa ini.
                                               Aku dan timku memilih berfoto dengan penduduk desa sambil jalan-jalan di pematang sawah. Dahiku berkerut saat melihatmu yang hanya terdiam memandangi teman-teman kita di tepi sawah. Aku langsung menghampirimu tuk mengajakmu bermain lumpur di sawah yang mulai menguning.
“Dewi Fajarku, ayo kita main lumpur di tengah sawah.”ajakku
“Ehmm...kepalaku sedikit pusing,aku menunggumu disini saja.”jawabmu
                                               Baru saja aku ingin kembali ke tengah sawah tapi Edo mengajakku dan timku makan siang di penginapan. Penginapan di desa Guguk ini sangat berbeda dengan penginapan yang pernah kita tinggali sebelumnya. Penginapan ini terbuat dari bambu dan rekonstruksinya sangat tradisional sekali. Suara musik angklung dan gamelan yang diiringi lagu daerah Sumatera Barat menyambut rombongan timku, sebelum aku masuk ke dalam kamarku. Kucengah kau yang akn mengunci kamarmu.
“Dewi fajarku, besok kita melihat fajar di sawah tadi ya. Aku yakin fajar yang merekah di langit sawah itu pasti indah.”saranku
“ Emmm ....iya.”jawabmu
                                               Kulihat sorot matamu menyembunyikan sesuatu dariku, dan nada suaramu seperti menyiratkan keterpaksaan. Dewi Fajarku, ada apa denganmu? Aku rasa ada sesuatu yang membebanimu. Semua tanya ini tak kuungkapkan melihatmu seperti sangat kelelahan. Biar esok kucari jawaban itu sendiri. Semoga Fajar mengungkapkan semua tanya yang bergelanyut di benakku.
                                               Udara sejuk menyaput wajah kita berdua, aku dan kau berjalan menyusuri jalan setapak desa yang nampak lengang, Sorot lampu dari senter menerangi jalan kita menuju sawah. Aku tak sabar melihat rekahan fajar dari hamparan sawah yang membentang hingga berhektar-hektar. Pasti sangat elok batinku. Sesampai di depan pematang sawah yang dialiri sungai irigasi, tanganku langsung melepas sandalku. Ingin kurasakan kelembutan tanah sawah meresap ke dalam pori kulit kakiku dan kau juga mengikuti langkahku dari belakang , tapi kurasakan tanganmu memegangku kuat-kuat dan menarik tubuhku ke belakang. Aku berbalik menghadapmu, wajah pucatmu menyambutku.
“Dewi fajarku,kamu sakit?”tanyaku cemas
Kau hanya menggelengkan kepalamu
“Lalu kenapa?”tanyaku lagi
“Maafkan aku Arjuna Falsafahku, aku tak bermaksud membuatmu kecewa.aku tak ingin melihat fajar disini karena sebenarnya aku trauma dengan sawah .Saat umurku 2 tahun aku suka bermain di sawah tapi suatu hari aku digigit ular sawah hingga aku harus menginap dari rumah sakit, sampai sekarang aku takut berjalan di sawah.”ucapmu bergetar
“Hah? Jadi kamu takut berjalan di sawah, kamu seharusnya jujur dari awal. Jadi aku tidak akan membuatmu trauma lagi. Maafkan aku Dewi fajarku.”lirihku
“Tidak,ini bukan salahmu.Sekarang aku bingung, sandalku lecek dan aku takut ular sawah kembali menggigit kakiku. Aku ingin pulang ke penginapan.”keluhmu
“Sekarang kamu naik ke punggungku.”ajakku
                                               Aku langsung duduk jongkok,dan perlahan kau naik ke punggungku. Dewi Fajarku......bagiku melihat sedih lenyap dalam hatimu dan senyum terukir di sudut bibirku adalah terindah dalam hidupku walau tanpa rekahan fajar. Entah tubuhku serasa ringan saat tubuhmu berada di punggungku ,kehangatan merasuk halus dalam tubuhku. Ingin rasanya aku memperlihatkan bunga bougenyil merah hati yang menghangat karena pesonamu di dalam hatiku. Tapi semua itu kutepis saat melihat wajahmu masih tampak pucat setelah kugendong pulang dari sawah. Kusodorkan teh hangat untuk menenangkan hatimu. Aku mengantarmu ke kamarmu untuk memastikan kau istirahat dengan tenang. Fajar bantu aku untuk memperlihatkan bunga Bougenvil merah hati di lorong hatiku pada Dewi Fajarku
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di Perkebunan Teh,Puncak Bogor.03.30
                                               Kuhembuskan nafas legaku ketika kulihat kau terlihat segar berbalut jilbab hijaumu yang nampak anggun. Kau masih antusias berangkat ke tempat terakhir liburan semester kali ini di Perkebunan Teh di Puncak Bogor.
                                               Tetes embun pagi menetes lembut dari daun-daun teh yang tumbuh rimbun di puncak bogor ini, baru saja fajar merekah dari balik rimbunan semak pohon teh yang berjajar memanjang, Rekahan yang membawa kehangatan dan kesejukan lewat sinarnya yang memantul pada setiap daun teh yang mulai menguning. Tapi baru saja aku dan kamu menikmati kesejukan udara pagi dengan berkuda mengelilingi perkebunan teh sejauh 2 hektar, hujan deras mengguyur tubuh kita, aku dan kau segera berlari menuju gubuk untuk berteduh. Karena letak gubuk cukup jauh, tubuh kita berdua basah kuyup dan dinginnya air hujan  sukses membuatmu bersin-bersin. Tak tega melihatmu mengigil kedinginan, kupasangkan jaketku mentupi tubuhmu. Untung hujan reda setelah 20 menit mengguyur bumi, aku langsung mengajakmu kembali ke penginapan. Aku tidak ingin demam karena kehujanan. Kuantarkan segelas teh hangat dan bubur ayam yang masih hangat untuk menghangat badanmu. Aku harap besok kau masih kuat menempuh perjalanan pulang ke Malang.
“Cepat habiskan buburmu biar tubuhmu hangat, dan istirahat yang banyak. Besok kita akan pulang Malang.”saranku
“Makasih, Arjuna Falsafahku. Aku beruntung memilki sahabat sepertimu.”pujimu
“Iya , sesama teman harus saling membantu.”pintaku sembari mengelus kepalanya yang dibalut kerudung merah hati seperti warna bunga bougenvil yang tumbuh di lorong hatiku
                                               Fajar jaga Dewi Fajarku, agar aku bisa mempersembahkan bunga Bougenvil merah hati yang tlah lama bersemayam di lorong hatiku.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di UKS Universitas Brawijaya,03.30
                                               Kau terbaring lemah di ruangan UKS kampus yang serba putih ini, demam dan flu tega menyerangmu hingga lemas seperti ini, berulang kali petugas UKS dan aku membujukmu pergi ke rumah sakit,kau tetap bersikukuh dirawat di ruang UKS karena rasa traumamu pada rumah sakit yang terus menghantuimu.         
                                               Jarum bening menitik di kedua pipiku melihatmu terbaring tak berdaya, tangan lemasmu menghapus air mataku yang tergerai.
“Jangan menangis,aku tidak ingin melihatmu menangis saat ini.Aku ingin melihatmu tersenyum seperti rekahan fajar,agar hatiku sejuk dan menghembuskan kesembuhan di dalam ragaku.Tersenyumlah Arjuna Falsafahku.”pintamu tersenyum lemah
                                               Aku hanya bisa tersenyum tuk menghiburmu melawan rasa sakit yang menyergapmu dan berdoa pada Ilahi agar kau tersenyum indah seperti dulu lagi. Fajar doakan Dewi Fajarku sembuh dari sakitnya agar kau bisa mengukir wajah kalemnya lagi di hatiku.
                                               JJJ
Sepotong fajar di Bandara Abdulrahman Saleh,Malang.03.30
                                               “Kau masih sakit seharusnya istirahat dulu di rumah hingga tubuhmu fit lagi.”cegahku
Baru dua hari kau dirawat di Klinik Kampus , kau akan pergi meluncur ke kota Surabaya untuk mengadakan pameran foto bersama perwakilan fotografer kampus seluruh Indonesia.
“Aku masih bisa mengikuti pameran foto ini dengan duduk di kursi roda agar aku tidak kelelahan.Ikutlah bersamaku.”ajakmu
                                               Aku ingin ikut pergi bersamamu tapi papa membutuhkan kehadiranku dalam acara ulang tahun perusahaanya yang ke 10. Maafkan aku, Dewi Fajarku aku tak bisa menemanimu.
“Aku harus menghadiri acara ulang tahun perusahaan.”jawabku kelu
“Baiklah, aku berangkat sekarang. Aku akan meneleponmu besok untuk melihat fajar bersama meski berbeda tempat. Aku berjanji akan pulang secepatnya .”pamitku sambil melambaikan tanganmu
                                               Kau mendorong trolimu dibantu petugas bandara dan seorang pramugari menuntunmu masuk ke dalam pesawat. Fajar iringi langkahnya, antar Dewi Fajarku hingga sampai tujuan dan bawa Dewi fajarku kembali padaku lagi aku telah mempersiapkan persembahan rangkaian Bunga bougenvil merah hati dalam lorong hatiku untuknya.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di Ruang Jenazah,Rumah Sakit Saiful Anwar
                                               Dua hari sudah kau berada di Surabaya, hari ini hari ketiga aku menatap fajar tanpa ada kau di sisiku. Saat aku asyik termenung memikirkanmu, handphoneku berdering. Mataku berpendar, ternyata kau yang kini meneloponku. Segera kuangkat dan suara lembutmu di seberang sana menetramkan kegalauan hatiku.
“Arjuna Falsafahku, sebentar lagi fajar merekah,aku kini memutuskan melihatnya lewat jendela pesawat. Ini pertama kalinya aku melihat fajar dari jendela pesawat. Aku tiba di Malang pukul 09.00.”kabarmu
                                               Mungkin kini waktu yang tepat untuk mempersembahkan rangkaian bunga Bougenvil yang tumbuh di lorong hatiku pada Dewi Fajarku. Perlahan kulatih lidahku.
“Baiklah nanti aku jemput. Dewi Fajarku, aku ingin mempersembahkan sesuatu yang telah lama kupendam untukmu.”
“Apa?”tanyamu
“Sebenarnya aku sangat mencintaimu Dewi Fajarku, sejak kau mengenalkanku pada pesona Fajar , aku mulai mencintaimu laksana fajar yang mengukir lewat kemilaunya yang sederhana tapi mampu menumbuhkan bunga Bougenvil untukmu di lorong hatiku. Kau tak perlu menjawabnya sekarang cukup kau goreskan perasaanmu di atas kertas dan berikan padaku saat aku menjemputmu nanti.”pintaku tulus
“Baiklah ,aku akan menantimu di bandara.”tanggapmu
                                               Jam dinding kamarku menunjukkan pukul 08.00 saat aku selesai mandi dan mulai berkemas menjemput Dewi Fajarku. Tapi aku tertegun saat menatap layar tv yang sedari tadi menyala di kamarku, kulihat sebuah pesawat terbang garuda indonesia dari Surabaya yang hendak mendarat di bandara Abdulrahman Saleh jatuh dan hampir semua penumpang tewas. Kucoba menepis dugaan buruk tentang keselamatan Dewi Fajarku, Dewi fajarku pasti selamat dari kecelakaan ini.batinku. Suara ringtone never say never justin bieber menglaun nyaring dari handphoneku . Segera kupencet tuts terima telepon, bagai tersengat aliran listrik 100 volt saat kuterima kabar dari kepolisian Dewi Fajarku masuk dalam  daftar korban kecelakaan pesawat garuda indonesia tadi, aku langsung menginjak pedal gasku kuat meluncur ke Rumah Sakit Saiful Anwar. Sesampai di pelataran parkir ruah sakit, aku langsung turun dan berlari menuju ruang jenazah. Dalam hatiku aku berdoa Dewi Fajarku masih hidup dan polisi tadi membohongiku.
                                               Seorang petugas penjaga kamar jenazah mengantarku masuk ke dalam ruang jenazah dan membuka kain penutup jenazah yang menurutnya jenazah Dewi Fajarku yang kucari. Aku tak percaya Dewi Fajarku terbaring membisu diatas tempat tidur yang berwarna putih ini. Wajah kalemnya pucat,dan tanganku bergetar menyentuh tangannya yang dingin dan terkulai diam. Berkali-kali kupanggil namanya tapi Dewi Fajarku tetap terdiam, jarum bening terus mengalir deras di pipiku. Hingga seorang suster menyentuh halus pundakku.
“Kamu yang bernama Yoga Aditya Pratama?”tanya suster
“Iya.”jawabku getir
“Ini ada secarik kertas yang melekat di tangannya tadi saat dimandikan kertas initerjatuh dari tangannya . Dan disini surat ini ditulis untukmu.”pinta suster sembari menmberi secarik kertas padaku.
Teruntuk Arjuna Falsafahku yang kucintai
                                               Teruntuk Arjuna Falsafahku yang kucintai
                                               Sesungguhnya rasa cinta untukmu sudah lama bersemayam dalam hatiku,aku mencintaimu laksana aku mencintai fajar yang merekah di sanubariku. Bagiku kau memiliki ketampanan hati yang selama ini kuidamkan. Aku beruntung menjadi pemilik hatimu. Aku berharap esok, fajar menyatukan cinta kita berdua hingga kita menatap fajar di surga nanti. Arjuna Falsafahku, aku sangat mencintaimu.
                                                                        Dari Dewi  Fajarmu
                                               Kristal bening kebahagian mengalir dalam hatiku , menggumpalkan untaian kristal yang menyorotkan keharuan yang berbaur dengan kedamaian dalam ruang hatiku saat   kubaca sepenggal goresan perasaan cinta dari Dewi fajarku.”Fajar sampaikan pada Dewi Fajarku , aku juga sangat mencintainya.”doaku terharu

                                               JJJ

Sepotong fajar merekah di Pemakaman Islam Jalan Bandung, Malang.
                                               Fajar telah merekah menguraikan kisah indah antara Aku dan Dewi fajarku. Kini fajar telah menjadi permadani emas yang berkiauan di balik pohon perdu. Kutatap lamat-lamat peristirahatan terakhirmu yang dipenuhi taburan melati yang menyeruak.Kupandangi lekat-lekat batu nisan yang mengukir namamu, Dewi fajarku yang paling kucintai. Dari  fajar aku bertemu denganmu dan dari fajar aku kehilanganmu. Kini aku mencintaimu lewat rekahan Fajar yang sangat kau cintai. Mungkin lewat menatap wajar aku menatap wajah kalemmu meski tak sedekat dulu saat kau masih ada  di sisiku.Bukankah selama ini fajar telah melukis wajah kalemmu lewat permata emasnya yang merekah di hatiku.
                                               The End
                                              
                                                                                                                          
                                                      
                                                     
  
Sepotong  Fajar Merekah
                                               Fajar. Ketika kau mulai menampakkan permata emasmu yang merekah, ingin kuuraikan kenangan terindah bersama Dewi Fajarku yang tersimpan bersama bunga Bougenvil merah hati di lorong hatiku. Awalnya aku tak pernah tertarik menatap kemilau permatamu yang bertasbih saat butiran pagi menyibak lelapku, Aku lebih memilih mengembara dalam mimpiku seusai aku bersujud pada Ilahi. Namun kini semua berubah kala dirimu membuatku terpesona pada caramu melukis wajah kalem Dewi Fajarku di setiap rekahanmu. Biarlah kusimpan potongan permata emasmu yang merekah di gugusan galaksi tertinggi dalam hatiku.     
Sepotong fajar merekah di Lereng Bromo, Pemukiman penduduk suku Tengger. Pukul 03.30.
                  Selimut angin pagi menyaput tubuhku, mengguyur hawa dingin di setiap pori-pori kulitku. Entah  mengapa sejak jam Nike hitam yang melingkar di tangan kananku menunjukkan pukul 03.00 dini hari, saat aku dan kamu bersemangat melihat potongan Fajar di lereng Bromo ini, ujung mataku tak pernah beralih menatap lekat wajah kalemmu yang kini menemaniku duduk di teras lereng Bromo  menghadap danau kawah di depan kita berdua duduk. Sebuah momen terbitnya mata hati menyembul anggun di balik danau kawah ini,kau bilang kita wajib memandang sepotong Fajar yang merekah di antara siluet orange terindah di puncak impian manusia ini. Bromo. Puncak Gunung Penyimpan Rekahan Fajar tiada tandingannya menurutmu. Dan aku yakin penilaianmu tentang Bromo tak sedikitpun menyimpang, tak hanya kau saja yang mengagungkan pesona Fajar yang tersembunyi di danau kawah Bromo ini. Pelancong di negeri nun jauh dan termasyur seperti Cina, Amerika, Eropa tak mampu menutupi kekagumannya pada Fajar yang merekah di kandungan danau kawah gunung terindah ini.
                   Kembali lentik ekor mataku tak bisa beralih  memandangmu, andai kau tahu betapa sejuknya menatap wajahmu yang menyiratkan pendar harapan pagi ini. Wajah yang membuat bunga bougenvil tumbuh menjalar dalam lorong hatiku. Kau sibuk merapatkan jaket hangatmu mengimbangi tiupan angin pagi yang  kejam menusuk wajah kalemmu tanpa jeda di lereng yang menjadi saksi bisu rajutan cinta antara Rara Anteng dan Jaka Seger.Sepasang kekasih yang masih meninggalkan jejak cintanya lewat generasi penerusnya yang kini masih eksis.Suku Tengger. Jauh di lubuk hatiku aku berharap lereng Bromo ini kelak menjadi saksi terindah cintaku padamu.Mungkin aku dan kau bisa menjadi sepasang kekasih seperti Rara Anteng dan Jaka seger. Mungkin. Namun ini hanya sebatas khayalan tingkat tinggiku. Entah berwujud kenyataan atau hanya ilusi belaka yang bersliweran dalam benakku. Kala aku asyik menyelami wajah kalemmu yang berbalut kecantikan alamimu yang masih menatap lurus ke danau kawah di depan kita, kau arahkan seulas wajahmu ke arahku yang gugup menatapmu.
“Kak Yoga ,sebentar lagi sepotong Fajar terindah akan merekah.Aku yakin rekahannya akan membuatmu tersihir akan  pesonanya meski kamu pertama kali melihatnya.Tataplah setulus hatimu,perlahan kesejukan Fajar menyatu dalam darahmu bersama panggilan Ilahi.”pintamu lirih selirih angin pagi membelai wajah terindahmu
“Apa kau yakin Fajar yang merekah mampu membuatku terpesona,seperti yang selama ini kau lafadzkan?”tanyaku memastikan kesungguhan hatimu
“Tentu,kamu bisa membuktikan perkataanku,5 menit lagi kau akan terpesona pada keagungan Sang Fajar.Percaya padaku.”pintamu meyakinkanku sedari merentangkan jam monol kuning  ke arah wajahmu
                 Dan kau benar Dewiku....tuk pertama kalinya aku melihat rekahan Fajar bukan di kamar tidurku,bukan di teras rumahku atau bahkan di mimpiku tapi kini aku melihatnya di puncak  gunung terindah yang kau sebut Mahagiri Penyimpan Rekahan Fajar bersama dirimu disampingku dan rekahan Fajar ini perlahan membuatku terpesona akan keagungan Ilahi, keindahan semburat orange yang memancar anggun di lempeng suciNya, kehangatan yang memantul tulus di sela kemegahanNya. Dulu aku tak pernah peduli akan merekahnya Fajar yang menghadirkan panggilan Ilahi dalam lelapku, tapi kini semua berubah sejak kau mengajakku memandangi fajar bersamamu saat ini. Tahukah kau detik ini aku mulai terpesona pada Fajar. Hal yang paling kau sukai, kini melebur dalam detak nadiku,menjalar  dalam taman bougenvil hatiku. Tuk pertama kalinya bunga bougenvil tumbuh lebat menyelimuti lorong-lorong hatiku ketika Fajar melukiskan anggun wajahmu.Itulah kau,seulas wajah  terelok lukisan tercantik dalam Fajar merekah di hidupku.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di Pantai Malimbu,Lombok.03.30.
                       Selimut bening bergelombang sangat bersemangat menghujam batu cadas di pinggir pantai Malimbu ini mengawali episode keduaku menatap rekahan Fajar bersama Dewi Fajarku. Dewi Fajarku adalah panggilan sayangku pada wajah kalem yang kini berdiri di sampingku, Dewi yang menumbuhkan bunga bougenvil dalam lorong hatiku. Rambut panjang hitam bergelombang tersibak mengikuti angin pagi pantai yang manja mempermainkan wajahmu, selalu Fajar mengukir elok parasmu di mataku. Seulas senyum mengembang lembut dari bibirmu memberiku isyarat sebentar lagi Sang Fajar akan mempersembahkan pesona terindahnya.
“Sepertinya senyummu menyiratkan kehadiran pesona Fajar yang akan muncul sebentar lagi. Iyakan  Dewi Fajarku?”tanyaku membuka obrolan dini hari ini
“Iya.Eh..sejak kapan Kakak mengganti namaku menjadi Dewi Fajar,namakukan Kharisa Lelyana Rahitama.’’protesmu sembari menghadirkan gores kerutan heran di dahimu
“Aku tidak bermaksud mengubah namamu,mulai sekarang aku memanggilmu Dewi Fajarku karena darimu aku terpesona dengan keanggunan fajar.”jabarku
“Oh..aku kira Kakak mau mengganti namaku.Aku suka dengan panggilan Kakak untukku.”tanggapmu
“Syukur deh,aku jadi nggak bersalah sama kamu .”pintaku riang
“Eh...tunggu dulu kalau Kakak memanggilku dengan nama khusus ,aku juga ingin memberi nama panggilan khusus untuk Kakak.”pintamu
“Boleh tapi yang bagus ya.’’mintaku
“Tenang aja mulai sekarang aku memanggil Kakak bukan Kak Yoga tapi Arjuna Falsafahku.Gimana Kakak setuju?”tanyamu penasaran
“Aku setuju,tapi apa alasanmu memanggilku Arjana Falsafahmu?”tanyaku ingin tahu
“Karena bagiku Kak Yoga tak hanya sahabatku di kampus saja,tapi aku menggangap Kak Yoga laksana Arjuna yang memiliki aliran filosofi di setiap untaian ucapannya dan aku sangat bahagia memiliki sahabat seperti Kak Yoga.”paparmu berbinar-binar
“Tapi aku tak setampan Arjuna loh.”candaku
“Bagi Kak Yoga ,Kak Yoga tak setampan Arjuna,tapi bagiku Kak Yoga tak hanya tampan wajahnya tapi juga hatinya.”pujimu membuat pipiku melukis semburat merah
“Udah,jangan terlalu memujiku nanti kepalaku makin besar dan aku tak bisa melihat Fajar merekah.”ucapku tersipu 
                        Tawamu tergerai melihatku tersipu malu merespon pujianmu,tak terasa sepotong Fajar merekah menampakkan emas terindahNya  dari seutas benang bening di depan mata kita ,namun cuaca tak berpihak pada Fajar hari ini, awan mendung masih setia menghalangi  sinar sucimu menerangi bumi cintaku. Tapi semua ini tak mampu menurunkan derajat kekagumanku pada keindahan kemilauMu. Dan aku rasa sihir keanggunan pancarMu masih membius hatiku dan hati Dewi Fajarku. Aku dan kau kini menyelami keelokkan Sang Fajar yang selalu menghanyutkan hati kita berdua meski siluet orangenya bersembunyi di balik awan mendung yang tebal.
                          Kulihat wajah kalemmu puas memandang Sang Fajar yang kini hanya menampakkan seberkas sinar cerahnya,kau mulai bangkit mengajakku kembali ke tenda di belakang tempat kita duduk menatap Fajar,tenda yang kita pasang tadi malam bersama teman kampus yang tergabung dalam UKM Jurnalistik dan Fotografi Universitas Brawijaya Malang. Sebuah organisasi yang mempertemukan sosok kalemmu padaku dan sebuah hobby yang kita berdua  sukai  mampu menumbuhkan bunga bougenvil di lorong hatiku. Hobby yang jarang dimiliki anak laki-laki tapi sangat kucintai, fotografi dan menulis.Hobby yang membuatku nyaman di dekatmu karena aku juga sangat mencintai hobby yang kau sukai bahkan kau sudah mencapai level yang lebih tinggi dari  diriku walau usiamu 2 tahun dibawahku.  Di organisasi ini secara fisik kau seniorku, dan kau kini sudah memasuki semester 4, dua tahun lebih awal dariku berkat kecerdasanmu, selama masa SMP dan SMA kau selalu masuk kelas akselerasi. Tak heran kau menjadi gadis idaman sebagian cowok yang ikut dalam UKM Jurnalistik dan Fotografi ini. Kecantikanmu, kecerdasanmu, dan kekalemanmu memberi daya tarik tersendiri bagi kaum Adam termasuk aku. Kenyataan inilah yang membuatku menahan menunjukkan ribuan bunga bougenvil dalam lorong hatiku pada dirimu.
                         Sejenak aku tersadar  dalam pengembaraan memori tentangmu saat kau sodorkan kopi hangat ke arahku.
“Arjuna Falsafahku ini kopi hangat untukmu, cepat di minum sebelum dingin.”intruksimu
“Makasih,Dewi Fajarku.”pintaku sambil tersenyum
                             Aliran kehangatan yang tersimpan dalam kehangatan kopi mengalir hangat dalam tenggorakanmu sehangat wajah kalemmu.Usai puas sarapan pagi dengan roti bakar dan ikan bakar sembari meneguk kopi hangat di  tepi pantai Malimbu,aku dan kamu sibuk mengemasi perlengkapan kemah tim kita, untuk bersiap pulang ke rumah setelah perjalanan berlibur dari  Gunung Bromo dan terakhir bermalam di Pantai Malimbu ini. Karena besok waktu liburan kuliah berakhir, aku dan tim UKM  Jurnalistik dan Fotografi memutuskan mengakhiri deretan perjalanan liburan di luar kota dan melanjutkan kembali liburan bulan depan.
                             Sebelum aku berpisah dari pantai terindah yang kukunjungi pertama kali dalam hidupku, aku memutuskan hunting foto sepuas-puasnya. Mengabadikan setiap eagle terelok dalam setiap lekukan Pantai Malimbu ini berdebur. Kau juga tak mau kalah dengan anak lain, langkah kaki dan tanganmu yang lincah dengan jeli memotret panorama yang tersaji alami di Pantai Malimbu,pantai yang konon masih tergolong perawan. Biarlah pantai ini merekam semua perasaan cintaku pada Dewi Fajarku dan menyimpan semua hal terindah tentangmu. Kelak jika aku kembali menginjakkan kakiku di hamparan pasir Pantai Malimbu ini,biarlah Pantai ini menguraikan kenangan indah antara aku, kamu Dewi Fajarku dan rekahan suci Sang Fajar.
                                                JJJ


Sepotong fajar merekah di Kota Tua,Jakarta Barat.03.30
                              Tak  terasa waktu bergulir cepat, liburan semester datang menghampiriku,momen yang paling kutunggu dalam hidupku. Setelah berbulan-bulan aku rela memarkir mobilku di garasi rumahku,aku lebih memilih naik bus kota demi menghemat uang transportku dan aku terpaksa menunda acara santaiku saat malam minggu dengan mengantinya bersama kesibukanku menjadi fotografer  freelance di sebuah koran harian Malang,semua ini kulakukan untuk mendapatkan biaya perjalanan liburan keluar kota memandang Sang Fajar bersama Dewi Fajarku. Aku tak mau menaruh tanganku di bawah tangan mamaku untuk bisa berlibur bersama Dewi Fajarku, setidaknya aku berkorban untuk orang yang kucintai walau dia tak pernah tahu tentang semua pengorbananku untuknya.
                                   Seulas senyum masih terlukis manis di sudut bibirmu, kembali hatiku tersaput kesejukkan wajah kalemmu yang mengalir bersama langkahku menghampirimu yang berdiri di depan Aula kampus dengan semua tim UKM  Jurnalistik dan Fotografi.
“Gimana kamu sudah siap berangkat dan melihat kembali pesona Sang Fajar yang tiada duanya?”tanyamu menyambut kedatanganku
“Tentu,apalagi Dewi Fajarku selalu menemaniku.”responku
                                    Wahai .... Dewi Fajarku, tak pernah kutemukan senyuman yang membuatku melayang hingga  ke langit arsy dalam hidupku selama ini. Hanya senyumanmu yang membuatku seperti ini. Karena hari makin senja, Revan selaku Ketua UKM memberi komando kita semua untuk segera masuk ke dalam bus . Liburan kali ini aku dan timku akan mengunjungi sebuah museum, setelah cukup bosan melihat pemandangan alami, kita sepakat hunting foto dari bangunan peradaban  manusia masa lampau, tepatnya pada museum yang menyimpan sejuta sejarah pendudukan bangsa Belanda di Indonesia,kini museum itu terletak di Jakarta Barat. Kota Tua, tempat ketiga sekaligus episode ketiga aku bersama Dewi Fajarku menikmati Rekahan Sang Fajar memancarkan sinar benderangnya.
                                     Diluar dugaanku ketika semua masuk ke dalam bus, kau tak mendapatkan tempat duduk. Beruntung aku masih duduk  sendirian,aku mengajakmu duduk di sampingku. Selama perjalanan menuju Jakarta yang menyita waktu selama 5 jam, lorong hatiku serasa terisi ribuan bunga bougenvil,  mungkin lorong hatiku sebentar lagi tak muat menampung bunga bougenvil yang terus berkembang di hatiku. Ini efek dari kehadiranmu yang sangat lama dari liburan sebelumnya, yang hanya menghabiskan waktu 2 jam bersamamu,kini wajah kelammu tenggelam di pundakku bersama mimpi dalam lelapmu. Oh...Dewi Fajarku aku tak tahu apakah esok akan lebih indah dari malam ini? karena bagiku malam ini bersamamu lebih indah walau tanpa menatap Sang Fajar.
                                   Jam tangan Monol hitamku berdetak pukul 22.00 wib saat kurebahkan tubuh letihku di atas springbed hotel yang telah dipesan timku. Rasanya aku ingin bumi berotasi lebih cepat menjadi pagi, Ingin kuulang kembali keindahan rekahan Fajar berbalut keanggunan Dewi Fajarku. Samar- samar bayangan keindahan Fajar berbaur ke dalam katup mataku yang menutup malam lelah ini.
                                    Seperti Di lereng Gunung Bromo dan Pantai Malimbu, tepat pukul 03.30 aku dan kamu menunggu rekahan Fajar sembari duduk di sepeda tua yang ditata rapi di depan museum Kota Tua ini, uap susu cokelat hangat menyembul di sela cangkir kita berdua menambah kehangatan dalam hatiku.
“Akhirnya Arjuna Falsafahku mencintai Fajar, aku senang  memiliki sahabat yang bisa menemaniku menatap Fajar saat liburan.’’desahmu lirih sedari menyeruput susu hangat yang  tinggal setengah cangkir
“Memangnya selama liburan kau hanya sendirian memandang Sang Fajar, tak ada satupun yang menemanimu?”tanyaku tak yakin
“Enggak ada, hanya kamu yang  menemaniku menikmati Fajar terbit. Teman timku hanya mengajakku hunting foto saat liburan, mereka tidak tertarik melihat Fajar terbit di setiap tempat liburan kita.”jelasmu
                                Detik ini aku berjanji selama nafasku masih mengalir dalam hidupku aku berjanji akan selalu menemanimu melihat Sang Fajar. Sepotong Rekahan Fajar kini menampakkan semburat anggunnya di balik museum tua yang masih kokoh berdiri. Rekahan Fajar itu kini berubah laksana permadani emas yang mengkilat.                  
                                Kriiiing...kriing....jemari kananmu memencet bel memberiku isyarat tuk bersepeda pagi bersamamu. Kurasakan tangan lembutmu menggengam tangan kiriku dan kakimu langsung mengayuh pelan sepeda tua ini, berkeliling menelusuri gedung- gedung penyimpan sejarah di Kota Tua ini.
“Kita tantang mentari bersama- sama”ajakmu sembari terus bersemangat mengayuh sepeda
                               Kota tua ini kini tak hanya menyimpan sejarah pendudukan bangsa Belanda di Indonesia tapi juga menyimpan sejarah indah dalam langkahku bersama Dewi Fajarku dan sepotong Fajar yang merekah.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah Pulau Tanatang, Sulawesi Selatan. 03.30
                                 Liburan semester bersama temanku yang tergabung dalam UKM Jurnalistik dan Fotografi tak hanya berputar di ibukota, setelah 3 hari menghabiskan liburan dengan menjepret berbagai keindahan dan sisi sosial di ibukota,aku dan timku langsung take off  ke Sulawesi Selatan. Kata Edo Sie acara liburan semester ini, kita akan berlibur di sebuah pulau kecil yang akan membuat air liur kita menetes karena panorama di pulau itu seperti pulau surga,pulau yang memilki fajar,senja dan malam yang indah. Edo masih merahasiakan nama pulau ini karena kebiasaannya yang suka memberi surprise dan membuat orang lain penasaran. 
“Welcome’s to Tanatang Island,The beautifull island” pinta Edo menggelegar saat kita semua menginjakkan kaki di bumi  Selatan
                                      Edo benar pulau ini laksana surga mini yang bertengger di dunia, panorama alam yang tersaji di pulau ini sangat mempesona, terutama warna biru air laut yang bermesraan dengan warna hijau hutan mangrove di pulau kecil yang tak penghuni membentang membentuk garis panjang di pinggir selatan pantai. Terbayar sudah rasa capek menempuh perjalanan yang menyita waktu selama 6 jam dari ibukota dengan sajian terelok dari Pulau Tanatang,Pulau surga yang belum pernah kutemui sebelumnya. Senja membingkai langit pulau surga ini saat aku dan teman timku terperangah pada keanggunan pulau surga ini. Aku dan temanku tak sedikitpun berminat beristirahat ,kita justru sibuk memotret keanggunan pulau Tanatang dari berbagai sisi. Senja merangkak petang , Edo memberi komando padaku dan teman timku untuk masuk ke dalam resort yang telah di pesan. Sempat aku tak percaya dengan resort yang dipesan temanku, resort itu seperti imitasi istana pesisir Nyi Roro Kidul legenda penguasa pantai selatan Jawa. Resort yang akan menyelimuti lelapku tepat berdiri diatas tebing yang menjorong pada pantai lepas. Pohon Akasia yang tunbuh di sekitar Resort menambah keindahan resort yang telah tersaput keindahan pesisir pantai. Tak percuma aku merogoh kantongku dalam-dalam untuk menyewa resort ini selama liburan  di Sulawesi bersama teman timku.
“Aku yakin Fajar yang merekah di Pulau surga ini tak kalah anggun dengan senja tadi.”tuturmu ketika kita berdua melangkah masuk ke dalam resort
“Aku tak sabar melihat Fajar besok, akankah air liurku menetes saat merasakan rekahan Fajar di pulau ini seperti perkataan Edo tadi? “ gurauku
“He he he he aku rasa kita semua secara tidak sadar meneteskan air liur  saat kita melongo memandang pulau ini senja tadi, saking jatuh cintanya  kita dengan pemandangan di pulau ini.”ucapmu diselingi tawa renyah  
                                               Kita berdua berjalan menyusuri koridor kamar resort diselingi gelak tawa, saat kita berdua  berdiri di tengah perempatan koridor resort, Kita berdua berpisah, kau belok ke kanan menuju kamarmu yang bernomor 45 sedang aku terus berjalan lurus menuju kamarku yang bernomor 33. Baru saja aku berhasil membuka pintu kamarku dengan menempelkan kartu kamarku di gagang kunci otomatis saat kurasakan sebuah tangn kekar mendorong bahuku kasar hingga tubuhku membentur dinding kamarku sebelah kanan. Ternyata pemilik tangan kekar ini, Satrio koordinator liputan Majalah kampusku.
“Kau jangan mendekati  kharisa lagi, akhir liburan kini kau sering bersama Kharisa melihat fajar. Kharisa itu milikku jadi menjauhlah dari dia.”bentak Satrio
”Selama ini Kharisa nyaman melihat fajar bersamaku dan dia bahagia kutemani melihat fajar. Kau bukan pacarnyakan jadi kau tidak berhak melarangku dekat dengan Kharisa.”belaku
                                               Sebuah bogeman mentah mendarat di pipi kiriku, membuat aliran darah segar menetes di ujung bibir kiriku. Tanganku mengepal, darahku mendidih di ubun-ubun hampir saja kulayangkan sebuah tonjokan pada pelipisnya tapi kuurungkan, saat suara yang  familiar di telingaku berteriak  memarahi Satrio.
“Satrio hentikan. Berkali-kali sudah kubilang aku tak pernah mencintai, jadi jangan pernah menganggu orang yang berada di dekatku termasuk Kak Yoga.”terangmu
                                                Kulihat Satrio membalas menatapku dengan tatapan  kebencian dan bergegas meninggalkan kita berdua.
“Kau terluka ?”cemasmu
“Hanya lecet sedikit nanti biar kukompres sendiri.”pintaku menenangkan
“Maafkan Satrio, sifatnya memang seperti itu. Terlalu kekanak-kanakan.”pintamu kesal
“Kenapa kau menolak cintanya padahal dia tampan dan incaran banyak perempuan di kampus?”tanyaku
“Aku menilai seseorang bukan dari tampilan fisiknya, aku lebih menyukai laki-laki yang memiliki ketampanan di hatinya. Lebih baik sekarang kamu istirahat,aku takut kamu sakit karena kecapekan.”jabarmu
“Iya,selamat istirahat .”pamitku
                                               Kubanting tubuhku yang terasa remuk  di atas spring bed, perlahan rasa kantuk menderaku dan angin malam membelai tidurku.Kuku ruyuk bunyi kook ayam dari alarm handphoneku membangunkanku. Sudah pukul 03.00 tinggal 30 menit lagi aku dan Dewi Fajarku menatap rekahan fajar. Kusambar handuk kecilku dan kubenamkan tubuhku di bak kamar mandiku. Aku dan kau memilih menikmati rekahan fajar dibawah pohon Akasia dan duduk di atas bangku panjang yang terbuat dari kayu. Sisa angin malam menyibak wajah kita berdua yang semangat menanti permata emas memantul dari cakrawala.
“Arjuna Falsafahku, nanti saat fajar merekah kita panjatkan Munajat tersyahdu untuk Ilahi.”ajakmu
“Tentu, bukankah Munajat yang mustajab terpetik kala fajar merekah.”ucapku
                                               Kembali senyummu menghiasi sudut bibirmu menandakan rasa setujumu pada ucapanku. Oh ....Dewi Fajarku bila kuukir semua tentangmu kau laksana amor yang sempurna di hatiku,amor yang mampu menyemai benih bunga bougenvil merah hati di lorong hatiku. Keindahan fajar di pulau Tanatang  ini tak kalah anggun dengan keindahan senja, fajar yang merekah mempersembahkan rekahannya yang berbalut dengan siluet orange dan jingga membentuk cincin kemilau di cakrawala pagi ini. Aku dan kamu menengadah menghadap langit, menghembuskan munajat syahdu dan bertasbih menyebut syair suci. Bagiku pulau Tanatang ini surga yang menyimpan kenangan antara aku,Dewi fajarku,fajar dan untaian munajat syahdu.
                                               JJJ                                     
Sepotong fajar yang merekah di Guguk, Sumatera Barat.03.30
                                               Sebelum aku dan timku melanjutkan perjalanan liburan ke Sumatera  Barat,Kharisa selaku Pimpinan Redaksi mengingatkanku dan timku untuk menyusun laporan perjalanan yang akan dipublikasikan di majalah kampus dan menyimpan dokumentasi tempat  liburan yang telah dikunjungi untuk pameran foto di kampus. Usai berdoa sebelum berangkat ke Sumatera Barat, aku dan timku  membentuk formasi lingkaran dan saling menjulurkan telapak tangan dan berteriak mendendangkan nama UKM kita. Kau kembali duduk di sampingku saat bus yang kita tumpangi membawa kita menuju bandara dan meluncur ke Guguk, Sumatera Barat. Kau bilang Guguk adalah sebuah desa yang masih asri jauh dari hingar-bingar keramaian kota, sangat cocok untuk refreshing melepas penat dari kejenuhan kuliah.
“Edo bilang kalau di Guguk kita akan menemui suatu tempat yang familiar di Malang tapi sangat berbeda dengan yang ada di Malang seperti biasa Edo masih merahasiakan tempatnya.”paparmu dengan seulas senyum,
“Pasti panorama disana seindah di pulau Tanatang.”tebakku
“Amin”tanggapmu
                                               Kita terpaksa mengakhiri percakapan  kita karena Edo dengan semangat memberi Intruksi pada semua tim untuk segera masuk ke dalam pesawat. Kali ini aku tak duduk bersamamu,kai duduk 2 bangku di belakangku,andai nomor bangkumu no,23,kau pasti kembali duduk disampingku. Tapi aku lega, aku tak duduk sejajar dengan Satrio yang ada aku dan dia berantam terus,Tangan Reno terus mencolekku mengajakku mendengarkan musik jazz dari Ipod mininya,niatku tidur sejenak terpaksa kuurungkan.Detak musik jazz berdetak di telingaku hingga pesawat mendarat di Sumatera Barat.
                                               Hanya membutuhkan waktu 2 jam perjalanan menuju desa Guguk, kau tak bohong Dewi Fajarku, desa  Guguk terlihat sangat asri. Sepanjang mata memandang hamparan hijau menyambut pandangan, kurasakan injeksi kesejukan menelusup damai di setiap syarafku.Bus yang kita tumpangi berhenti tepat di depan hamparan sawah yang berhadapan dengan sebuah gunung kecil yang berdiri kokoh di utara pematang sawah. Penduduk desa yang ramah memberi suntikan kebahagiaan liburan di desa ini.
                                               Aku dan timku memilih berfoto dengan penduduk desa sambil jalan-jalan di pematang sawah. Dahiku berkerut saat melihatmu yang hanya terdiam memandangi teman-teman kita di tepi sawah. Aku langsung menghampirimu tuk mengajakmu bermain lumpur di sawah yang mulai menguning.
“Dewi Fajarku, ayo kita main lumpur di tengah sawah.”ajakku
“Ehmm...kepalaku sedikit pusing,aku menunggumu disini saja.”jawabmu
                                               Baru saja aku ingin kembali ke tengah sawah tapi Edo mengajakku dan timku makan siang di penginapan. Penginapan di desa Guguk ini sangat berbeda dengan penginapan yang pernah kita tinggali sebelumnya. Penginapan ini terbuat dari bambu dan rekonstruksinya sangat tradisional sekali. Suara musik angklung dan gamelan yang diiringi lagu daerah Sumatera Barat menyambut rombongan timku, sebelum aku masuk ke dalam kamarku. Kucengah kau yang akn mengunci kamarmu.
“Dewi fajarku, besok kita melihat fajar di sawah tadi ya. Aku yakin fajar yang merekah di langit sawah itu pasti indah.”saranku
“ Emmm ....iya.”jawabmu
                                               Kulihat sorot matamu menyembunyikan sesuatu dariku, dan nada suaramu seperti menyiratkan keterpaksaan. Dewi Fajarku, ada apa denganmu? Aku rasa ada sesuatu yang membebanimu. Semua tanya ini tak kuungkapkan melihatmu seperti sangat kelelahan. Biar esok kucari jawaban itu sendiri. Semoga Fajar mengungkapkan semua tanya yang bergelanyut di benakku.
                                               Udara sejuk menyaput wajah kita berdua, aku dan kau berjalan menyusuri jalan setapak desa yang nampak lengang, Sorot lampu dari senter menerangi jalan kita menuju sawah. Aku tak sabar melihat rekahan fajar dari hamparan sawah yang membentang hingga berhektar-hektar. Pasti sangat elok batinku. Sesampai di depan pematang sawah yang dialiri sungai irigasi, tanganku langsung melepas sandalku. Ingin kurasakan kelembutan tanah sawah meresap ke dalam pori kulit kakiku dan kau juga mengikuti langkahku dari belakang , tapi kurasakan tanganmu memegangku kuat-kuat dan menarik tubuhku ke belakang. Aku berbalik menghadapmu, wajah pucatmu menyambutku.
“Dewi fajarku,kamu sakit?”tanyaku cemas
Kau hanya menggelengkan kepalamu
“Lalu kenapa?”tanyaku lagi
“Maafkan aku Arjuna Falsafahku, aku tak bermaksud membuatmu kecewa.aku tak ingin melihat fajar disini karena sebenarnya aku trauma dengan sawah .Saat umurku 2 tahun aku suka bermain di sawah tapi suatu hari aku digigit ular sawah hingga aku harus menginap dari rumah sakit, sampai sekarang aku takut berjalan di sawah.”ucapmu bergetar
“Hah? Jadi kamu takut berjalan di sawah, kamu seharusnya jujur dari awal. Jadi aku tidak akan membuatmu trauma lagi. Maafkan aku Dewi fajarku.”lirihku
“Tidak,ini bukan salahmu.Sekarang aku bingung, sandalku lecek dan aku takut ular sawah kembali menggigit kakiku. Aku ingin pulang ke penginapan.”keluhmu
“Sekarang kamu naik ke punggungku.”ajakku
                                               Aku langsung duduk jongkok,dan perlahan kau naik ke punggungku. Dewi Fajarku......bagiku melihat sedih lenyap dalam hatimu dan senyum terukir di sudut bibirku adalah terindah dalam hidupku walau tanpa rekahan fajar. Entah tubuhku serasa ringan saat tubuhmu berada di punggungku ,kehangatan merasuk halus dalam tubuhku. Ingin rasanya aku memperlihatkan bunga bougenyil merah hati yang menghangat karena pesonamu di dalam hatiku. Tapi semua itu kutepis saat melihat wajahmu masih tampak pucat setelah kugendong pulang dari sawah. Kusodorkan teh hangat untuk menenangkan hatimu. Aku mengantarmu ke kamarmu untuk memastikan kau istirahat dengan tenang. Fajar bantu aku untuk memperlihatkan bunga Bougenvil merah hati di lorong hatiku pada Dewi Fajarku
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di Perkebunan Teh,Puncak Bogor.03.30
                                               Kuhembuskan nafas legaku ketika kulihat kau terlihat segar berbalut jilbab hijaumu yang nampak anggun. Kau masih antusias berangkat ke tempat terakhir liburan semester kali ini di Perkebunan Teh di Puncak Bogor.
                                               Tetes embun pagi menetes lembut dari daun-daun teh yang tumbuh rimbun di puncak bogor ini, baru saja fajar merekah dari balik rimbunan semak pohon teh yang berjajar memanjang, Rekahan yang membawa kehangatan dan kesejukan lewat sinarnya yang memantul pada setiap daun teh yang mulai menguning. Tapi baru saja aku dan kamu menikmati kesejukan udara pagi dengan berkuda mengelilingi perkebunan teh sejauh 2 hektar, hujan deras mengguyur tubuh kita, aku dan kau segera berlari menuju gubuk untuk berteduh. Karena letak gubuk cukup jauh, tubuh kita berdua basah kuyup dan dinginnya air hujan  sukses membuatmu bersin-bersin. Tak tega melihatmu mengigil kedinginan, kupasangkan jaketku mentupi tubuhmu. Untung hujan reda setelah 20 menit mengguyur bumi, aku langsung mengajakmu kembali ke penginapan. Aku tidak ingin demam karena kehujanan. Kuantarkan segelas teh hangat dan bubur ayam yang masih hangat untuk menghangat badanmu. Aku harap besok kau masih kuat menempuh perjalanan pulang ke Malang.
“Cepat habiskan buburmu biar tubuhmu hangat, dan istirahat yang banyak. Besok kita akan pulang Malang.”saranku
“Makasih, Arjuna Falsafahku. Aku beruntung memilki sahabat sepertimu.”pujimu
“Iya , sesama teman harus saling membantu.”pintaku sembari mengelus kepalanya yang dibalut kerudung merah hati seperti warna bunga bougenvil yang tumbuh di lorong hatiku
                                               Fajar jaga Dewi Fajarku, agar aku bisa mempersembahkan bunga Bougenvil merah hati yang tlah lama bersemayam di lorong hatiku.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di UKS Universitas Brawijaya,03.30
                                               Kau terbaring lemah di ruangan UKS kampus yang serba putih ini, demam dan flu tega menyerangmu hingga lemas seperti ini, berulang kali petugas UKS dan aku membujukmu pergi ke rumah sakit,kau tetap bersikukuh dirawat di ruang UKS karena rasa traumamu pada rumah sakit yang terus menghantuimu.         
                                               Jarum bening menitik di kedua pipiku melihatmu terbaring tak berdaya, tangan lemasmu menghapus air mataku yang tergerai.
“Jangan menangis,aku tidak ingin melihatmu menangis saat ini.Aku ingin melihatmu tersenyum seperti rekahan fajar,agar hatiku sejuk dan menghembuskan kesembuhan di dalam ragaku.Tersenyumlah Arjuna Falsafahku.”pintamu tersenyum lemah
                                               Aku hanya bisa tersenyum tuk menghiburmu melawan rasa sakit yang menyergapmu dan berdoa pada Ilahi agar kau tersenyum indah seperti dulu lagi. Fajar doakan Dewi Fajarku sembuh dari sakitnya agar kau bisa mengukir wajah kalemnya lagi di hatiku.
                                               JJJ
Sepotong fajar di Bandara Abdulrahman Saleh,Malang.03.30
                                               “Kau masih sakit seharusnya istirahat dulu di rumah hingga tubuhmu fit lagi.”cegahku
Baru dua hari kau dirawat di Klinik Kampus , kau akan pergi meluncur ke kota Surabaya untuk mengadakan pameran foto bersama perwakilan fotografer kampus seluruh Indonesia.
“Aku masih bisa mengikuti pameran foto ini dengan duduk di kursi roda agar aku tidak kelelahan.Ikutlah bersamaku.”ajakmu
                                               Aku ingin ikut pergi bersamamu tapi papa membutuhkan kehadiranku dalam acara ulang tahun perusahaanya yang ke 10. Maafkan aku, Dewi Fajarku aku tak bisa menemanimu.
“Aku harus menghadiri acara ulang tahun perusahaan.”jawabku kelu
“Baiklah, aku berangkat sekarang. Aku akan meneleponmu besok untuk melihat fajar bersama meski berbeda tempat. Aku berjanji akan pulang secepatnya .”pamitku sambil melambaikan tanganmu
                                               Kau mendorong trolimu dibantu petugas bandara dan seorang pramugari menuntunmu masuk ke dalam pesawat. Fajar iringi langkahnya, antar Dewi Fajarku hingga sampai tujuan dan bawa Dewi fajarku kembali padaku lagi aku telah mempersiapkan persembahan rangkaian Bunga bougenvil merah hati dalam lorong hatiku untuknya.
                                               JJJ
Sepotong fajar merekah di Ruang Jenazah,Rumah Sakit Saiful Anwar
                                               Dua hari sudah kau berada di Surabaya, hari ini hari ketiga aku menatap fajar tanpa ada kau di sisiku. Saat aku asyik termenung memikirkanmu, handphoneku berdering. Mataku berpendar, ternyata kau yang kini meneloponku. Segera kuangkat dan suara lembutmu di seberang sana menetramkan kegalauan hatiku.
“Arjuna Falsafahku, sebentar lagi fajar merekah,aku kini memutuskan melihatnya lewat jendela pesawat. Ini pertama kalinya aku melihat fajar dari jendela pesawat. Aku tiba di Malang pukul 09.00.”kabarmu
                                               Mungkin kini waktu yang tepat untuk mempersembahkan rangkaian bunga Bougenvil yang tumbuh di lorong hatiku pada Dewi Fajarku. Perlahan kulatih lidahku.
“Baiklah nanti aku jemput. Dewi Fajarku, aku ingin mempersembahkan sesuatu yang telah lama kupendam untukmu.”
“Apa?”tanyamu
“Sebenarnya aku sangat mencintaimu Dewi Fajarku, sejak kau mengenalkanku pada pesona Fajar , aku mulai mencintaimu laksana fajar yang mengukir lewat kemilaunya yang sederhana tapi mampu menumbuhkan bunga Bougenvil untukmu di lorong hatiku. Kau tak perlu menjawabnya sekarang cukup kau goreskan perasaanmu di atas kertas dan berikan padaku saat aku menjemputmu nanti.”pintaku tulus
“Baiklah ,aku akan menantimu di bandara.”tanggapmu
                                               Jam dinding kamarku menunjukkan pukul 08.00 saat aku selesai mandi dan mulai berkemas menjemput Dewi Fajarku. Tapi aku tertegun saat menatap layar tv yang sedari tadi menyala di kamarku, kulihat sebuah pesawat terbang garuda indonesia dari Surabaya yang hendak mendarat di bandara Abdulrahman Saleh jatuh dan hampir semua penumpang tewas. Kucoba menepis dugaan buruk tentang keselamatan Dewi Fajarku, Dewi fajarku pasti selamat dari kecelakaan ini.batinku. Suara ringtone never say never justin bieber menglaun nyaring dari handphoneku . Segera kupencet tuts terima telepon, bagai tersengat aliran listrik 100 volt saat kuterima kabar dari kepolisian Dewi Fajarku masuk dalam  daftar korban kecelakaan pesawat garuda indonesia tadi, aku langsung menginjak pedal gasku kuat meluncur ke Rumah Sakit Saiful Anwar. Sesampai di pelataran parkir ruah sakit, aku langsung turun dan berlari menuju ruang jenazah. Dalam hatiku aku berdoa Dewi Fajarku masih hidup dan polisi tadi membohongiku.
                                               Seorang petugas penjaga kamar jenazah mengantarku masuk ke dalam ruang jenazah dan membuka kain penutup jenazah yang menurutnya jenazah Dewi Fajarku yang kucari. Aku tak percaya Dewi Fajarku terbaring membisu diatas tempat tidur yang berwarna putih ini. Wajah kalemnya pucat,dan tanganku bergetar menyentuh tangannya yang dingin dan terkulai diam. Berkali-kali kupanggil namanya tapi Dewi Fajarku tetap terdiam, jarum bening terus mengalir deras di pipiku. Hingga seorang suster menyentuh halus pundakku.
“Kamu yang bernama Yoga Aditya Pratama?”tanya suster
“Iya.”jawabku getir
“Ini ada secarik kertas yang melekat di tangannya tadi saat dimandikan kertas initerjatuh dari tangannya . Dan disini surat ini ditulis untukmu.”pinta suster sembari menmberi secarik kertas padaku.
Teruntuk Arjuna Falsafahku yang kucintai
                                               Teruntuk Arjuna Falsafahku yang kucintai
                                               Sesungguhnya rasa cinta untukmu sudah lama bersemayam dalam hatiku,aku mencintaimu laksana aku mencintai fajar yang merekah di sanubariku. Bagiku kau memiliki ketampanan hati yang selama ini kuidamkan. Aku beruntung menjadi pemilik hatimu. Aku berharap esok, fajar menyatukan cinta kita berdua hingga kita menatap fajar di surga nanti. Arjuna Falsafahku, aku sangat mencintaimu.
                                                                        Dari Dewi  Fajarmu
                                               Kristal bening kebahagian mengalir dalam hatiku , menggumpalkan untaian kristal yang menyorotkan keharuan yang berbaur dengan kedamaian dalam ruang hatiku saat   kubaca sepenggal goresan perasaan cinta dari Dewi fajarku.”Fajar sampaikan pada Dewi Fajarku , aku juga sangat mencintainya.”doaku terharu

                                               JJJ

Sepotong fajar merekah di Pemakaman Islam Jalan Bandung, Malang.
                                               Fajar telah merekah menguraikan kisah indah antara Aku dan Dewi fajarku. Kini fajar telah menjadi permadani emas yang berkiauan di balik pohon perdu. Kutatap lamat-lamat peristirahatan terakhirmu yang dipenuhi taburan melati yang menyeruak.Kupandangi lekat-lekat batu nisan yang mengukir namamu, Dewi fajarku yang paling kucintai. Dari  fajar aku bertemu denganmu dan dari fajar aku kehilanganmu. Kini aku mencintaimu lewat rekahan Fajar yang sangat kau cintai. Mungkin lewat menatap wajar aku menatap wajah kalemmu meski tak sedekat dulu saat kau masih ada  di sisiku.Bukankah selama ini fajar telah melukis wajah kalemmu lewat permata emasnya yang merekah di hatiku.
                                               The End
                                              
                                                                                                                          
                                                      
                                                     
  
                                                 
  
                                               
    
                                                 
  
                                               
    
                                                 
  
                                               
    

0 komentar:

Posting Komentar

newer post