undefined
undefined

Gadis Belia Penuh Filosofi



0 komentar

Gadis Belia Penuh Filosofi 
Engkau yang hatinya terluka
Menangislah dan jangan  ragu ungkapkan
Betapa perih hati yang tersakiti
Racun yang membunuhmu secara berlahan
Bait lagu ini kembali membuka lembaran hitam yang bergelanyut di benakku saat ini. Suara dentang sepatu tim medis  yang beradu dengan  suara langkah kaki pasien yang hilir  mudik di depan ruang UGD  masih menemaniku termenung bersandar di kursi ruang  tunggu ini.
“Bu Merysa.”panggil suster membuyarkan lamunanku
“Eh....iya sus.”jawabku  menghampiri suster yang mengenakan pakaian serba putih
“Ini daftar obat yang harus kamu beli untuk Bu Merysa.Kamu saudaranyakan?”tanya suster
“Iya Sus.Terima kasih.”responku
Segera aku menuju apotek ,kuhentikan langkahku  saat melewati wartel yang  hanya berjarak 1 m dari apotek ,kuurungkan niatku pergi ke apotek,ingin hati ini kembali menghubungi papa untuk memberitahu kondisi mama yang dirawat di UGD . Kupencet tuts handphone di depanku.
“Tut.....tut....tut.” suara nada sambung yang putus  memutuskan harapanku berbicara dengan papaku ,aku hanya ingin sekedar memberi kabar mama sakit di rumah sakit. Nggak lebih. Entah sejak kemarin hp  papa sulit di hubungi . Apa papa sudah lupa dengan mama? Uuuuhhhhh.....andai aku bisa memutar waktu,akan kubuat papa tidak mengenal Bu Shirly wanita simpanan papa. Kulanjutkan langkahku menebus obat di apotek, sambil menunggu apoteker meracik obat yang kupesan,kucoba menguatkan tekadku menemani mama di rumah sakit ini. Setelah memahami intruksi dari apoteker ,kulangkahkan kakiku menghampiri kamar inap mama . Saat aku masuk,tubuh lemas mama dihiasi selang  infus di tangannya menyambut kedatanganku.
“Ma,minum obatnya dulu ya,biar cepat sembuh.”ajakku sambil membantu mama  bangkit dari tidurnya dan meminum obat yang telah kusiapkan . Setelah meminum obat ,mama langsung tertidur lelap. Karena malam kian larut ,kusandarkan kepalaku yang mengantuk di pinggir ranjang mama yang masih pulas. Keesokkan paginya bagai  mendapat durian runtuh,dokter memperbolehkan  mama pulang. Tanpa membuang waktu lagi,segera kudorong kursi roda yang membawa  mama pulang ke rumah. Baru  10 menit aku dan mama kembali ke rumah ,suara deru mobil papa masuk ke dalam rumah, kuhampiri papa sambil menahan emosi yang memuncak di dada.
“Pa, kenapa ponsel papa dimatikan, papa pasti tidak tahu kalau mama dirawat di rumah sakit. Papa enggak pernah peduli dengan keadaan mama. Kenapa papa sejahat ini terhadap mama? Apa salah mama?” pintaku memburu tanpa memperdulikan raut wajah papa yang geram.
“Kamu pikir papa bersenang-senang di luar sana, papa juga kerja. Papa sudah capek, sekarang kamu bentak-bantak. Mau jadi anak durhaka kamu!” bentak papa tak kalah sengit.
“April gak pernah ingin jadi anak durhaka. April cuma ingin menyadarkan papa kalau sekarang mama lagi sakit dan membutuhkan bantuan papa. Tapi, sekarang papa lebih memilih di samping Bu Rene daripada mama.” ucapku keras tak mau kalah.
“ Sudah-sudah masih pagi jangan ribut-ribut, malu di dengar tetangga. April, mama baik-baik saja. Kalau mama bisa menerima semua ini, April juga harus bisa menerima ya sayang.” pinta mama melerai pertengkaranku dengan papa.
“Sampai kapan sih mama mau diperlakukan seperti ini.” Desahku kesal, air mataku tak bisa kubendung.  Aku berlari ke kamar ditemani jarum bening yang meluncur deras di pipiku. Ku tutup pintu kamarku yang terbuat dari kayu Cendana. Kutumpahkan semua galau yang menjerat di hatiku. Tubuhku merosot di depan pintu diselingi butir-butir bening yang masih mengalir di pipiku. Berulang kali  ini yang terjadi pada diriku hanya ini yang bisa kulakukan. Menangis sendiri, nggak lebih. Tuts-Tuts ringtone Hp ku menandakan satu pesan masuk.
“April kamu kemana aja, kak Deril mau bicara sebentar. Cepat OL di Fb sekarang juga, Kakak mau bicara.” sms dari kak Deril.
Kututup kotak inbox di Hp ku. Lalu kusambar laptop yang bertengger di meja belajarku, lima menit kemudian aku asik menjelajahi facebook, saat aku sibuk menulis status di wall-ku, kak Deril menyapaku lewat chatting di Fb ku.
            From: Kak Deril
            Hay... kemana aja kamu?? Dihubungi sulit banget.
            To: Kak Deril
            Sorry kemarin mamaku masuk rumah sakit, jadi gak sempet pegang Hp.
            From: Kak Deril
            Loh kok gak bilang?? Gimana keadaan mama kamu sekarang?
            To: Kak Deril
            Sudah sembuh. Mau bicara soal apa?
            From: Kak Deril
Gini, anak UKM pecinta alam mau bikin acara BAKSOS di desa Segaran Gedangan, kamu mau ikut gak?
To: Kak Deril
Pasti dong, kapan mau berangkat kesana??

From: Kak Deril
Besok aku jemput ya....
To: Kak Deril
Siip... aku tunggu besok
From: Kak Deril
Met ketemu besok.....
Ku offline Fb ku mengahiri percakapanku dengan kak Deril. Ingin rasanya waktu berputar cepat dan pagi datang menyongsong. Sesuai janjiku pagi-pagi sekali aku mengemasi perbekalanku . Saat suara deru mesin motor balapnya Kak  Deril  parkir di teras rumah ,aku langsung mengecup  pipi mama dan tancap gas ke daerah baksos . Setelah  menempuh perjalanan  selama 2 jam melewati jalan yang terjal di kawasan perbukitan ,akhirnya kami sampai juga ,aku dan tim pecinta alam di kampusku di sambut  baik oleh Pak Dirman kepala desa Segaran dan penduduk desa. Setelah  acara  perkenalan  Pak Dirman mengajak kami melihat langsung kehidupan penduduk sekitarnya yang masih jauh di bawah ekonomi yang mapan ,banyak penduduk sekitar yang bermata pencaharian kuli batu kapur seperti yang kulihat saat ini. Tiba-tiba mataku tertumbuk pada sosok gadis kecil yang wajahnya sangat familiar bagiku.Sepertinya aku mengenalnya . Tapi entah  dimana ?. Kucoba mengingat  kembali memori lama yang telah terhapus . Kutersadar dari lamunanku saat Pak Dirman memperkenalkan gadis yang sedang kupikirkan.
“Perkenalkan  ini Dik Resa.”pinta Pak Dirman
RESA, yah sekarang aku ingat Resa anak perempuan Pak budi mantan sopir truk papa dulu yang sekarang  pergi begitu saja tanpa kabar .
“Ya ampun,Resa.Resa ini Kak April  anak majikan ayah  Resa dulu.Resa  masih ingatkan?”ucapku berbinar-binar
“Kak April, aku kangen kakak”jawab Resa
Refleks aku dan Resa berpelukkan ,bagiku Resa sudah kuanggap seperti adik perempuanku sendiri. Setelah puas berpelukan, Resa mengajakku dan teman-temanku berkeliling desa juga menemui ibunya Resa.
“Bik Tami, apa kabar Bik. . .? Ini saya April Bik” kataku terharu.
“Oh nak April, sudah besar sekarang kamu nak ? “ jawab Bik tami yang masih nampak seperti dulu wajah yang dipenuhi garis-garis kerutan tanda kerja keras yang begitu melelahkan.
“Ya Bik. . ., Pak budi dimana Bik?”tanyaku.
“Pak Budi sekarang telah meninggalkan Ibu dan anak-anak selama 2 tahun, nak. Kamu kesini ada acara apa nak ? “ tanya Bik tami.
“Aku dan teman-temanku mengadakan acara bakti sosial di desa ini,Bik” jawabku.
“Nanti kalau mau menginap. April menginap di rumah Bik Tami saja.” Saran Bik Tami.
“Iya Bik.”jawabku.
            Setelah aku bercakap panjang lebar dengan Bik Tami, aku dan temanku observasi ketempat yang akan diadakan  Baksos, karena hari makin malam, aku dan temanku memutuskan menginap di desa ini. Aku memutuskan menginap di rumah Bik Tami. Sedangkan Kak Deril dan temanku yang lain menginap di rumah Pak Dirman. Menjelang tidur aku berbagi cerita dengan Resa, Bik Tami yang kelelahan tidur pulas di sampingku.
“Resa, kangen nggak sama Ayah? “ tanyaku memecah keheningan.
“Kangen banget, “ jawabnya polos.
“Pengen nggak kalau Ayah pulang lagi ? “ tanyaku penasaran.
“Pengen Kak, malah Resa setiap hari berdo’a supaya Ayah pulang ke rumah” jawabnya tersendat.
“Resa nggak benci sama Ayah yang sudah ninggalin Resa sama Ibu disini? “ tanyaku lagi.
“Tidak, Resa sayang sama Ayah” jawabnya tulus.
            Aku tak kuasa menahan tangis yang menggedor hatiku, jarum bening merembes dari celah mataku. Betapa mirisnya ujian yang dihadapi Resa saat ini. Dia masih berumur 8 tahun, tak seharusnya dia menerima beban yang berat seperti ini. Tangan kecil Resa menghapus air mata yang berderai di mataku. Masalah yang dihadapi Resa tak jauh berbeda denganku, Pak Budi ayah Resa melakukan poligami dan meninggalkan mereka demi wanita lain, sama seperti dengan keadaan papaku saat ini. Papa memiliki 2 orang istri dan tak memberi nafkah, tapi aku jauh lebih beruntung dari Resa, aku masih memiliki mama yang masih menyayangiku dan mama masih bisa membiayai sekolahku dan hidupku. Aku bisa makan makanan kesukaanku tanpa ada rasa terbebani dari hutang, semua kebutuhanku terpenuhi, papa masih sering pulang ke rumah, walau aku kesal dengan papa. Kehidupanku jauh berbeda dengan Resa, di usianya yang masih belia dia harus hidup dengan serba kekurangan. Aku malu dengan Resa. Resa yang masih belia mau mensyukuri pemberian Allah dan hebatnya dia masih menyayangi ayahnya meski ayahnya menyakiti dan menelantarkannya. Aku sadar, tak selayaknya aku membenci papaku. Meskipun, ribuan duri darinya menghantam hatiku, dia tetap papaku. Malam berbingkai redup rembulan mengajakku tertidur pulas seraya memeluk Resa. Keesokkan paginya ,sebelum aku pergi ke tempat baksos ,aku membantu Resa mencari daun tebu di ladang belakang rumah untuk makan sapi ternak milik tetangga. Aku salut dengan tekad membara yang dimiliki Resa,meski kulit  kita berdua  sering bergesekan  dengan rimbunan daun tebu  yang tajam ,Resa tetap bersemangat memotong daun tebu dengan parit kecilnya,walau daun tebu menyayat kulitnya berdarah .
    “Resa ,kamu dibayar berapa untuk mencari daun ini?”tanyaku sambil memotong daun tebu
    “500 rupiah kak.”jawabnya ceria
Deg! hatiku tersentak merasakan kesabaran gadis kecil dihadapanku . Aku saja masih manja di rumah ,terkadang  aku malas membersihkan rumah karena alergi,sekarang gadis  yang ada di depanku berjuang keras membantu ibunya. Jarum bening meluncur deras di pipiku merasakan tekad yang membara di hati gadis belia di hadapanku ini. Setelah memotong daun tebu Resa mengajakku sarapan di rumah. Hidangan sarapan pagi ini sangat sederhana hanya sepiring nasi jagung dengan lauk ikan asin dan sayur kacang,tapi Resa ,Supri kakak Resa,mbah putri Rena dan Bik Tami menyantap lahap sarapan pagi ini . Aku semakin mencintai keluarga ini. Dari keluarga ini ,aku belajar arti kesabaran dan keikhlasan. Dan dari keluarga ini aku belajar memandang kesedihan sebagai sumber kebahagiaan bukan penderitaan.
“Makan yang banyak  ,Nak.”pinta mbah Rena
“Iya ,Mbah.”jawabku
Tik......tik.......tetesan air hujan kemarin  membasahi meja makan kami.
“Rumah ini bocor ya,Bik?”tanyaku heran
“Iya,Mbah juga takut kalau  semakin lama rumah ini akan roboh.”khawatir Mbah Rena
“Mbah,mau rumah ini diperbaiki?”tanyaku penasaran
“Iya,tapi mbah dan bik Tami tidak punya uang .”pinta Mbah Rena pasrah
Miris sekali kehidupan mereka,aku berjanji akan membantu meringankan beban kalian batinku bertekad. Selesai sarapan  aku mengajak Resa ke balai desa tempat baksos digelar . Sesampai di tempat baksos ,semua tim pecinta alam dan Kak Deril sibuk membagikan sembako dan obat-obatan pada penduduk desa segaran. Aku dan Resa ikut  membantu membagikan sembako. Setelah acara baksos ditutup,kuhampiri Kak Deril kuceritakan keinginanku membantu keluarga Resa. Kak Deril menyetujui  usulanku untuk memperbaiki rumah Resa dan mengajukan beasiswa untuk  untuk sekolah Resa. Secepat kilat ,Kak Deril mengerahkan tim pecinta alam di kampusku untuk memperbaiki rumah Resa ,sementara aku sibuk menyiapkan sembako dan hadiah yang akan aku berikan pada Bik Tami. Setelah semua keperluan siap,Kak Deril menghubungi Pak Dirman untuk mengantar kami membagikan hadiah pada Bik Tami.
“Ada kabar gembira ,pemerintah telah memberikan dana beasiswa sekolah gratis  untuk 100 anak yang tak mampu di desa ini.”ucap Pak Dirman
Alhamdullilah ,kini aku dapat bernafas lagi, melihat Resa dan Supri tak lagi putus sekolah. Segera aku, Pak Dirman, Kak  Deril dan tim pecinta alam kampusku pergi menuju rumah Bik tami. Sesampai di rumah Bik Tami, Bik Tami memelukku sambil terisak.
“Terima kasih Nak April, bibik bahagia sekali hari ini.Bibik doakan Nak April  mendapatkan kebahagiaan.”isak Bik Tami
“April bahagia sudah diajak menginap di rumah Bibik. Dari bibik April belajar tentang arti kesabaran.makasih Bik.”tangisku
Karena hari makin sore ,aku pamit pulang berat rasanya meninggalkan Bik Tami dan keluargany,a dari mereka aku belajar menghargai anugerah yang diberikan Allah dan dari mereka aku sadar bahwa aku memiliki intan yang berharga di dunia ini yaitu Cinta dan Keikhlasan. Bagiku Bik Tami seperti mamaku ,harta yang berharga dalam hidupku . Setelah puas berpamitan aku,Kak Deril,dan tim pecinta alam kampusku melanjutkan perjalanan pulang. Sebelum pulang ,aku dan temanku sibuk berkemas saat sedang asyik berkemas ,Kak Deril menghampiriku
“Pril,aku ingin bicara tentang perasaanku.” ucap Kak Deril mantap
“Maksud Kak  Deril ,aku nggak ngerti?” tanyaku bingung
“Semenjak kejadian tadi pagi ,aku semakin yakin kalau aku beruntung banget saat Allah memberiku rasa jatuh cinta sama kamu .April aku mungkin tak sesempurna mutiara,tapi aku berharap bisa menjagamu seperti cangkang mutiara yang melindungimu dari terjangan ombak.Maukah kamu menjadi mutiara hatiku?”tanya Kak Deril
“Tapi Kak Deril nggak tahu aku yang sebenarnya,aku memilki keluarga yang berbeda dari keluarga orang lain yang bahagia.Aku nggak pantas memiliki pasangan sebaik Kak Deril.” ucapku menahan tangis
“Aku tahu soal papamu yang poligamikan?” respon Kak Deril
“Kok Kak Deril tahu ,dari mana kakak tahu semua ini?” tanyaku tak percaya
“Resa yang memberitahuku.Bagiku itu bukan kesalahanmu,aku mencintaimu apa adanya meski mutiaraku kini tenggelam dalam lumpur, aku akan tetap menjaganya dan berada di sampingmu. Karena aku yakin cahaya mutiara itu tidak akan pernah pudar, cahaya  mutiara itu akan terus bersinar karena ketulusanmu April,orang yang paling kucintai dan saat ini ada di depanku. Maukah kamu menjadi mutiara di hatiku?”tanya Kak Deril meyakinkanku
Kuanggukkan kepalaku memberi isyarat bahwa aku juga mencintai Kak Deril. Kurasakan angin sore yang dibalut cinta bertiup selaras langkahku dan Kak Deril yang memulai jalinan kasih kita berdua. Saat aku dan Kak Deril tiba di  depan rumahku  kuketuk pintu rumahku yang masih terkunci. Tak lama kemudian ,seorang wanita yang memiliki wajah nan bening memberiku senyum ketulusan, kupeluk dia. Wanita yang memiliki sejuta cinta untukku, Mamaku. Ya allah terima kasih telah engkau berikan aku kesempatan mengenal Mama, Kak Deril, Bik Tami, Resa, Mbah Rena, dan Supri sosok tegar yang selalu mencintaiku dan berada di sampingku.            

0 komentar:

Posting Komentar

newer post older post