Aku
hanya tidak ingin di masa mendatang anakku menanyakan hal yang sama saat aku
memasuki bangku kuliah, sebuah
pertanyaan yang seperti candu dalam pikiranku, Apakah sangat menyenangkan bertemu
orang tua hangat sebelum kalian berangkat? Dari sekian banyak wajah ini adakah
yang merasakan kegelisahan yang sama denganku
Aku
hanya tidak ingin di masa mendatang anakku menanyakan hal yang sama saat aku
memasuki kelas, “Bagaimana rasanya pasti
lebih dari menyenangkan bukan kawan, menatap empat mata yang bertengkar hanya
berhenti pada titik yang bisa saling memaafkan dan melupakan secepatnya?”
Aku
menyadari sebuah harapan tertanam dalam sebuah rumah yang tercekik oleh dua
punggung yang siap menghantarkan bara matahari tapi takkan pernah membuatmu
tersengat terbakar bahkan menyiksa. Ketika cuaca menawarkan sengatan matahari
berlarian menuju dua punggung ini adalah pilihan pasti yang membuatnya meneduh
bukan karena atap yang bernaung di atas dua punggung ini tapi karena kekuatan
tatapannya
Kala
hujan terkadang tak mampu membuatnya basah kuyup tapi masih menanggalkan hawa
dingin, seolah menghirup semua titik menggigil dalam tubuhnya yang menjalar,
dua punggung ini siap melebarkan sayap-sayap yang merekat abstrak dikedua
tangannya.
Saat
angin menerpa memilin setiap jengkal tubuhnya lalu terombang-ambing,
menindihkan segala beban keraguan lalu dua punggung ini menawarkan sebuah balok
tiang yang sengaja dicetaknya dari dua punggungnya demi menyangga segala
keraguannya.
Berdebu
dalam setiap lekuk wajahnya membuatnya menerjang pada dua punggung hangat yang
berjaga memenuhi rumah dengan seember air, menuntaskan segala debu yang
merayap.
Tidakkah
rumah begitu mempesona saat ada dua punggung ini selalu mencoba berdamai dalam
segala atmosfer perdebatan juga pada
segala pusaran meragukan dalam deret bayang keduanya?
Tak
peduli senyaman apapun aroma sejuk yang menguar di luar rumah pada detik
selanjutnya aroma ini akan menjelma menjadi sebuah jarum membeku siap membuat
raga siapapun masuk angin kapanpun.
Tak
peduli sehangat apapun tungku yang menyala di luar rumah pada waktu mendatang
tungku ini mengeliat menggelerokan baranya lalu membuat raga siapapun tersengat
hingga merasai siksa
Hanya
sebuah bakti waktu yang bisa membuatnya menguatkan tekadnya untuk merubah dua
punggung penuh kebekuan berubah menjadi dua punggung sarat kehangatan, cepat
atau lambat. Bersemangatlah, bertahanlah sekuat tenaga, terus mencoba menjadi
gagah berani apapun medan perang yang tersaji dalam menjemput dua punggung
hangat ini.
0 komentar:
Posting Komentar