Berulang kali kuhentakkan kakiku di atas ubin koridor yang makin bising karena pawang kegaduhan menggila saat geng Jerry pembuat ulah disekolahku beraksi tak jauh dari tempatku duduk. Hanya bayang senyuman mautnya yang membuatku tetap bertahan di koridor ini.
“Sorry aku telat” ucapnya lirih.
“Oh nggak pa pa. Aku juga baru datang .”jawabku
Kenapa ? Kenapa? Dan kenapa? nafasku terasa berhenti seperti ada yang mengganjal di tenggorokanku saat dadaku kembali berdetak di atas kewajaran, rasa ini tak bisa kuhindari saat menatapnya. Rasa yang selalu terjadi saat dia menjadi narasumberku.
“Makasih sudah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dengan saya. Langsung saja pertanyaan pertama, bagaimana tanggapan Mas Derby saat terjadi miskomunikasi antara MPK dengan anggota inti OSIS?” tanyaku.
“Hmmmm, menurut saya terjadi miskomunikasi ini karena kurang matangnya koordinasi antara pihak OSIS dan MPK, tapi semua bisa diatasi dan hal ini saya anggap wajar karena bentrokan kecil seperti ini wujud demokrasi di dalam organisasi intern di sekolah ini. Jadi saya ambil nilai positifnya.”jawabnya seraya tersenyum kearahku
Senyum itu kembali menguasai pikiranku,tubuhku terasa gugup saat pesona wibawanya menghembuskan angin cinta di puncak batinku. Kunikmati setiap aliran pertanyaan yang kulontarkan padanya,setiap kali kumemandang matanya ingin aku menyelami pesonanya. Hingga perpisahan itu menghampiriku.....
“Baiklah terima kasih atas informasinya.Saya berharap kita bisa bekerjasama lagi di lain waktu.”ucapku di akhir wawancara dengannya
“Oyi,nyantai aja lagi.Kita sahabatan aja,terlalu formal lagi kalau hubungan kita sebatas narasumber dan wartawan.”ungkapnya sedari memberiku isyarat kepadaku untuk mengaitkan jari kelingking kita berdua.
“Janji,sahabat”ucapnya lirih
Gugup merasuk ke dalam gerakan tubuhku saat kupandangi punggungnya yang makin menjauh ,hingga lensa mataku tak mampu menangkap bayangannya lagi . Kuambil seribu langkah ke mejaku dan sejurus kemudian aku bergelut mengukir tinta hitam di kertas, menulis cerpen yang bertajuk “PESONA SENYUMAN DERBY”.
“Dira kamu baik-baik sajakan?” tanya Viona mengagetkanku.
“Aku baik-baik saja. Ada apa sich kok pertanyaannya aneh gitu? tanyaku balik.
“Terinfeksi virus apa kamu? Tumben rajin ngerjain tugas.” ledek Viona.
“Aku nggak ngerjain tugas, tapi aku lagi nulis cerpen.” jawabku tersipu.
“Coba aku lihat” pinta Viona.
Mata Viona sibuk mengamati deretan kata pada secarik kertas yang kugenggam.
“Untuk seseorang yang mampu mengalihkan pandanganku ke arahnya. Cieeee Dira, Dira rajin buat cerpen untuk seseorang yang kamu sukai ya?” goda Viona.
“Uda deh...berhenti ngeledek aku. Aku lagi asyik nulis nich” tanggapku.
“Ya deh, aku tidak ganggu orang yang lagi kasmaran. Ehh siapa sih cowok yang kamu suka?’’ tanya Viona penasaran.
“Ada dech, mau tau aja?” pintaku sambil mencubit pipi tembemnya Viona.
Kulewati hari senin ini dengan sejuta cinta bersemi di hatiku. Keesokan paginya perlahan katup mataku membuka, kusibakkan tirai jendela di sampingku. Tes... tes ...tetes embun pagi yang membasahi sudut kaca jendela kamarku membuat hatiku tersentuh tuk melekatkan jariku merasakan kelembutan embun pagi ini. Jariku mulai mengukir nama Derby di setiap hamparan tetes embun di sudut kaca jendela kamarku.
“KILLER SMILE, PAGI CINTAKU” kulihat panggilan Killer Smile panggilan sayangku pada Mas Derby kembali terukir di kaca jendela kamarku, nama yang selalu tertulis di setiap pagi menyambutku. Aku hanya bisa menyapanya lewat untaian salam dari tetes embun ini, rutinitas ini kujalani sebelum tetes embun itu menghilang diterpa sinar mentari pagi, walau ukiran namanya cepat memudar namun ini mampu mengobati rasa rindu yang makin menjalari hatiku. Namun semua ini berakhir saat aku melihat Mas Derby berbicara pada seseorang di depan pintu gerbang sekolahku yang bertuliskan SMA NEGERI 01 GONDANGLEGI.
“ Derby pegangin tanganku ” manja Keyla seraya menggandeng lengan Derby.
“Ahhh kebiasaan deh manjanya kambuh lagi, sini.” ajak Derby sambil menggandeng tangan Keyla.
Aku makin muak melihatnya, rasanya amarahku akan meledak di ubun-ubunku. Rasa cemburu terasa terinjeksi dalam sarafku saat teman-temanku yang ada di belakangku berbisik-bisik soal hubungan Derby dengan Keyla. Kudengar....
“Uhhh mentang-mentang sudah jadian pagi-pagi sudah mesra-mesraan” bisik temanku.
Gendang telingaku tak kuat mendengar semua kenyataan itu, aku berlari masuk ke kelas, ku keluarkan semua cerpenku yang tersimpan di lemari mejaku. Semua cerpen aku robek-robek membabi buta, kuhamburkan potongan kecil kertas cerpenku ke langit-langit kelas hingga bertaburan di deretan bangkuku. Depresi mulai menyerang sukmaku, ku gedorkan tanganku di atas meja berulang kali, namun tak sedikitpun kurasakan sakit. Melihat keadaanku seperti orang yang frustasi berat, Viona mengelus pundakku.
“Dira tenang, cerita sama aku kalau ada masalah?”saran Viona.
“Sakit banget saat Mas Derby memegang tangan Keyla. Apa yang mesti aku lakukan Vi?” ucapku mulai terisak.
“Yang sabar ya Dir...Mungkin Mas Derby bukan yang terbaik untukmu” hibur Viona.
Detik itu juga kucoba berhenti memikirkannya, melupakan pesona senyumannya yang masih terukir kuat di benakku. Tetes embun yang menetes lembut di kaca jendela kamarku, kubiarkan tetes embun itu menguap, hingga menghilang tak berbekas tanpa sedikitpun aku berniat menggerakkan jemariku tuk menggores nama Derby yang biasa ku panggil KILLER SMILE di antara tetes embun itu. Biarlah pesona senyuman Derby menguap seperti tetes embun pagi ini,dan perlahan rasa cintaku padanya memudar seperti tetes embun yang meleleh diterpa sinar mentari,mungkin dia bukan tercipta untuk kumiliki. Aku yakin Sang Pemilik cinta akan menggantikan senyuman mautnya dengan cinta yang kubisa kumiliki suatu saat nanti.
0 komentar:
Posting Komentar