undefined
undefined

Bercengkerama dengan Diri



0 komentar


Aku hanya tidak ingin di masa mendatang anakku menanyakan hal yang sama saat aku memasuki  bangku kuliah, sebuah pertanyaan yang seperti candu dalam pikiranku, Apakah sangat menyenangkan bertemu orang tua hangat sebelum kalian berangkat? Dari sekian banyak wajah ini adakah yang merasakan kegelisahan yang sama denganku
Aku hanya tidak ingin di masa mendatang anakku menanyakan hal yang sama saat aku memasuki  kelas, “Bagaimana rasanya pasti lebih dari menyenangkan bukan kawan, menatap empat mata yang bertengkar hanya berhenti pada titik yang bisa saling memaafkan dan melupakan secepatnya?”
Aku menyadari sebuah harapan tertanam dalam sebuah rumah yang tercekik oleh dua punggung yang siap menghantarkan bara matahari tapi takkan pernah membuatmu tersengat terbakar bahkan menyiksa. Ketika cuaca menawarkan sengatan matahari berlarian menuju dua punggung ini adalah pilihan pasti yang membuatnya meneduh bukan karena atap yang bernaung di atas dua punggung ini tapi karena kekuatan tatapannya
Kala hujan terkadang tak mampu membuatnya basah kuyup tapi masih menanggalkan hawa dingin, seolah menghirup semua titik menggigil dalam tubuhnya yang menjalar, dua punggung ini siap melebarkan sayap-sayap yang merekat abstrak dikedua tangannya.
Saat angin menerpa memilin setiap jengkal tubuhnya lalu terombang-ambing, menindihkan segala beban keraguan lalu dua punggung ini menawarkan sebuah balok tiang yang sengaja dicetaknya dari dua punggungnya demi menyangga segala keraguannya.
Berdebu dalam setiap lekuk wajahnya membuatnya menerjang pada dua punggung hangat yang berjaga memenuhi rumah dengan seember air, menuntaskan segala debu yang merayap.
Tidakkah rumah begitu mempesona saat ada dua punggung ini selalu mencoba berdamai dalam segala atmosfer perdebatan juga  pada segala pusaran meragukan dalam deret bayang keduanya?
Tak peduli senyaman apapun aroma sejuk yang menguar di luar rumah pada detik selanjutnya aroma ini akan menjelma menjadi sebuah jarum membeku siap membuat raga siapapun masuk angin kapanpun.
Tak peduli sehangat apapun tungku yang menyala di luar rumah pada waktu mendatang tungku ini mengeliat menggelerokan baranya lalu membuat raga siapapun tersengat hingga merasai siksa
Hanya sebuah bakti waktu yang bisa membuatnya menguatkan tekadnya untuk merubah dua punggung penuh kebekuan berubah menjadi dua punggung sarat kehangatan, cepat atau lambat. Bersemangatlah, bertahanlah sekuat tenaga, terus mencoba menjadi gagah berani apapun medan perang yang tersaji dalam menjemput dua punggung hangat ini.
undefined
undefined


0 komentar


Surat Cinta untuk Senja Termanisku


Teruntuk Mamaku, senja termanisku................
            Mama tak terasa waktu bergulir cepat, fajar dan senja silih berganti mengiringi langkah kita berdua. Mama, masih tersimpan jelas di dalam benakku semua senyum hangatmu saat menyambutku ketika aku pulang ke rumah di awal libur sekolah. Dan masih terkenang indah suara lembutmu membangunkanku saat suara adzan shubuh menggema. Meski terkadang aku sering membuat telaga kesal di hatimu, tapi tak pernah sedikitpun melunturkan kasih sayangmu padaku, Mama tetap membelai rambutku dan membisikkanku kata terindah di setiap hembusan nafasku. Kata yang memiliki makna teramat dalam kata yang selalu mengingatkanku untuk selalu bersujud pada Allah pada 5 waktu yang di perintahkanNya.
            Mama bila kulukiskan sosok dirimu laksana fajar yang merekah, fajar yang menguraikan keindahan Ilahi saat kubuka kedua mataku. Terkadang seusai aku membaca firman Allah, memoriku kembali memutar gulungan pengorbananmu menyekolahkan hingga aku duduk di bangku SMA ini. Pengorbananmu yang memiliki arti teranggun bukan hanya di hatiku tapi juga di hati semua pasien yang dulu Mama tolong. Mama masih kusimpan kepingan pengorbananmu di hatiku.
            Pengorbanan Mama yang tak kenal letih menjadi bidan desa di desa terpencil di kota Malang, perjuangan Mama menolong semua pasien yang membutuhkan tangan dingin Mama. Bagiku Mama tak hanya seorang bidan desa, namun bagiku Mama laksana anugerah terindah dari Allah dalam hidupku. Masih terkenang di benakku kala Mama rela membantu seorang pasien yang melahirkan meski rumah pasien itu sangat jauh dan jalannya sangat rusak. Tapi bagi Mama semua itu bukanlah penghalang langkah Mama untuk menolong pasien Mama.
            Aku bahagia memiliki Mama dan aku bangga menjadi anak Mama. Hingga detik ini aku tak mampu membalas semua pengorbanan yang Mama lakukan untukku. Pernah suatu hari Mama berkata bila aku ingin membalas semua pengorbanan Mama, cukup aku menoreh prestasi di sekolah. Pesan ini selalu kuingat di setiap langkahku, masih terekam kuat di anganku ketika kutatap senyum bahagiamu saat menerima raportku.
            Sejak hari itu aku bertekad mengejar mimpiku menjadi penulis demi Mama. Aku ingin mengulang kembali lukisan senyum hangat di wajahmu. Bagiku Mama adalah senja termanis yang kumiliki. Senyum Mama, Pelukan Mama, Belaian Mama, Nasihat Mama dan Wajah Mama cerminan senja termanis di hidupku.

            Pernah saat aku ingin menenteng piala kejuaraan yang akan kupersembahkan untuk Mama, tiba-tiba terenggut karena kecerobohanku. Ketika aku tak mampu mempersembahkan piala kejuaraan di bidang karya tulis ilmiah di Jember hanya karena kesalahanku tak mampu menjawab satu pertanyaan dari dewan juri yang berasal dari ITS. Kukira Mama akan kecewa tapi tak kusangka Mama tetap tersenyum dan memelukku yang menangis meratapi kegagalan. Di tengah kegagalan yang kudapatkan Mama terus memberiku motivasi dan berkata “Allah akan memberikan kesempatan kedua bagi hambanya yang mau berusaha mengejar mimpinya”.
            Semenjak peristiwa itu aku sadar bahwa Mama adalah segalanya bagiku. Disaat aku bersedih dan menangis Mama menghapus air mataku, ketika aku kecewa Mama selalu menghiburku dan kala aku rindu pada Mama, Mama memelukku tuk menghapus rinduku. Mama aku tak memiliki sesuatu yang berharga untuk membalas kebaikanmu. Kini saat aku menimba ilmu jauh dari Mama dan merindukan Mama di kos, aku hanya bisa berdoa pada Allah agar Mama sehat dan mendapatkan kebahagiaan. Ijinkan aku mempersembahkan puisi untuk Mama sebagai bukti rasa cintaku pada Mama.
      Doaku untuk Mamaku
Pendar ikhlas  membasuh wajahmu
 Menghembuskan angin bahagia
Ekor matamu memancarkan kasih
Eloknya pesisir pantai
Tak mampu menandingi ketulusan hatimu
Setiap detik
Kau teteskan keringat  emas dalam langkahmu
Tak pernah terlafadzkan dalam bibirmu
Sebuah kata letih merangkai kebahagiaanku
                                                 Sering  kuruntuhkan jarum bening di pipimu
                                                Takkan pernah  menghalangi mata hatimu tuk terbit
                                                Meski sering aku mengguyurmu hujan kesedihan
                                                Tak pernah kau letih mengecup pipiku
                                                Selalu aku tak mampu membuatmu tersenyum
                                                Hanya sembilu kekecewaan yang kutorehkan
Namun kau tak pernah berhenti menyayangiku
Tak ada sinar intan seterang kalbumu
Tak pernah kutemui amor seindah dirimu
Aku hanya ingin menjadi terbaik dalam hidupmu
Aku  ingin kau tahu
Hatiku tercipta untuk mencintaimu
Bila esok hari nanti
Kau menatap jejak langkahku
Aku ingin mendengar
Lantunan syair kebahagiaanmu

Ilahi ..........................
Satukan aku dan mama di alam keabadian
Rabb........................
Jaga mamaku dalam Mihrabmu
Rabbi....................
Hembuskan firman sucimu dalam hembusan nafas kita berdua
Ya Rahman..............
Mudahkan aku merangkai senyum terindahnya
Ya Karim.................
Jadikan aku anak soleha bagi mamaku
           
           
Mama, lewat puisi ini aku ingin engkau tahu bahwa aku sangat mencintaimu mulai dari kemarin, sekarang, esok, dan selamanya.
Malang, 29 Desember 2011
Dari Putrimu yang selalu mencintaimu

Media Lely Lia Ari Fitriani

                                                           

                                                                       


0 komentar
Tinta Merah di Ujung Bola Voli


            Kuawali hari pertama sekolahku dengan mengikuti ekstrakulikuler bola voli dengan senyuman lebar, semua tampak antusias saat pak Rendra pelatih ekskul voli mulai memimpin pemanasan, aku mengikutinya dengan semangat 45. Setelah melakukan pemanasan aku melakukan passing bawah, saat aku asik m elakukan service, kurasakan tangan lembut menepuk bahuku.
            “Hai kenalin namaku Keyli, kamu anak kelas 1 ya? Met latihan ya, semangat!” sapanya
            “Rara, makasih ya kak udah memberikanku motivasi, kakak main voli sama aku ya?” ajakku
            “Oke deh dengan senang hati.”jawabnya
Aku dan Keyli bermain voli dengan senang hati, saat sedang serunya melakukan smashing, tiba-tiba keyli berhenti, aku menghampirinya, kulihat keyli mulai kelelahan dan kamipun beristirahat sejenak.
            “Kak kita foto bareng yuk!” ajakku
Kamipun bernarsis ria, saat sedang seru-serunya narsis tiba-tiba teman keyli memanggilnya, tanpa kusadari keyli dan temannya menghilang, aku bertanya pada Riri yang melakukan passing atas.
            “Kak Riri tau g kak Keyli kemana?” tanyaku
            “Keyli siapa? Disini gak ada yang namanya Keyli.”jawab kak Riri
            “Loh kok gak ada, ini lo yang namanya Keyli. Aku tadi main voli dan foto bareng sama dia.” Jawabku
            “Ha? Yang bener kamu?” tanyanya
            “Bener kak, tapi waktu dia dipanggil temennya, eh dia malah ngilang.” Pintaku
            “Tapi dek Rara, kak Keyli dulu itu seniorku dan sudah satu tahun yang lalu dia meninggal. Jadi mana mungkin dia bersamamu tadi.” Ujarnya
            “Hah? Tapi wajahnya sama persis seperti yang di foto ini kan?” tanyaku
            “Iya persis banget, aku heran kenapa dia bisa bersamamu. Sini biar aku tanya sama pak Rendra.” Ucapnya
            Kupandang rona wajah pak Rendra menjadi pucat saat kak Riri menunjukkan fotoku bersama kak Keyli, tak lama kemudian pak Rendra datang menemuiku, dia memegang bahuku dan mengelus rambutku.
            “Kamu baik-baik saja kan nak? Untuk sementara ini bapak yang akan membawa fotonya. Bapak minta kamu jangan mencari Keyli lagi ya nak.” ucapnya bijaksana
            “Iya pak.” Tanggapku
            Seusai latihan voli, aku pulang dengan sejuta tanya dibenakku, tentang kejadian misterius yang kualami sore tadi. Sebelum pulang ke rumah aku mampir dulu ke rumah pamanku, paman Fatir yang seorang ulama, kuceritakan semua pengalaman misterius yang kualami sore tadi,
            “Nak Rara paman sarankan kamu banyak sholat dan berdzikir agar Allah melindungimu, dan berhati-hatilah mungkin ada hikmah dibalik ini semua. Paman terus mendo’akan keselamatanmu Rara.” Pinta pamanku
Aku melangkah ke rumahku dengan perasaan lebih tenang, namun keesokan harinya seusai aku melaksanakan sholat subuh, telefon rumahku berdering nyaring, segera kuangkat gagang telefonnya,
            “Hallo ini dengan siapa?” tanyaku
            “Ini aku Keyli kamu Rara kan?Ra nanti kita ketuan di lapangan voli ya.” ajaknya
Kurasakan syarafku tegang, bulu kudukku berdiri segera kututup gagang telefon rumahku.
Aku berlari menghampiri papa dan mama yang sedang menonton acara TV Mama dan Aa’, melihatku ketakutan papa dan mama menjadi heran, kuceritakan soal Keyli ke papa dan mama.
            “Bagaimana kalau besok kita adakan pengajian supaya kita dijauhkan dari gangguan setan dan mendapat perlindungan dari Allah swt. Kamu setuju Ra?”tanya papa
            “Iya Rara setuju ma’.jawabku
Setelah sampai di koridor kelas, kutemui sahabat karibku Lili yang sedang duduk termenung disana.
            “Heh nglamun aja Li! Sedang apa sich? Cerita donk!” godaku
            “Eh kamu Ra, ngagetin aku aja, Enggak aku lagi ngeliatin anak-anak main voli.”jawab Lili
            “Oh kirain nglamunin Ega.”godaku lagi
            “Ah kamu Ra bisa aja.”ucap Lili malu
Tiba-tiba bola voli yang sedang dimainkan terlempar ke koridor dan jatuh tepat di depanku dan lili yang sedang duduk.  Kuambil bola voli itu.  Kutersentak saat kubaca tulisan bertinta merah yang ada pada bola voli itu.

"Aku butuh temanmu untuk menyadarkan Firgi mantan pacarku yang telah membuatku hamil, mencampakkan aku dan janinku begitu saja. Biar dia merasakan perihku saat menjadi orang yang dibuang seperti sampah."

            Seketika itu juga tulisan itu menghilang, teriakan anak ekskul voli pagi membuyarkan keterkejutanku, segera kulempar bola voli itu  kearah lapangan. Tak lama kemudian Lili menatapku tajam, suaranya membesar dan tubuhnya kejang-kejang seperti orang kesurupan, sejurus kemudian Lili menyeretku pergi, aku beteriak meminta bantuan.  Saat kami melewati koridor kelas XI IPA I, pak Reza guru agamaku melihatku yang meronta-ronta diseret oleh Lili, beliau datang disaat yang tepat, kami dicegah oleh pak Reza, namun Lili berusaha menghajar dan menabrak tubuh pak Reza. Seolah memahami tubuh Lili yang sedang kesurupan pak Reza langsung menolong Lili, seraya membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, kudengar suara tertawa keluar dari mulut Lili,
“Ha..ha..ha.. aku ingin membunuh Firgi yang telah menghamiliku dan membuat aku harus bunuh diri karena dia tak mau bertanggung jawab atas janin yang aku kandung, tolong pertemukan aku dengan dia!” ucapnya menggelegar.
            “Baik akan kupertemukan kamu dengan Firgi tapi sesudah kamu bertemu dengannya kamu harus keluar dari tubuh gadis ini dan tidak akan pernah mengganggu kami!” ucap pak Reza
            “Baik aku tidak akan mengganggu kalian lagi.” Jawabnya
Lalu pak Reza mengantarnya ke kelas XI IPS V, disana kulihat seorang cowok sedang asik berpacaran dan Lili pun tak terkendali langsung menghampiri dan memukul cowok itu.
            “Kurang ajar!Laki-laki biadab, tidak bermoral. Sudah menghamiliku tapi masih saja bermain dengan wanita lain.”bentak roh Keyli yang bersemayam di tubuh Lili
Melihat aksi nekat Lili yang semakin brutal. Pak Reza menghalangi Lili yang akan  memukul Firgi dengan kursi, pak Reza tidak ingin ada nyawa yang terenggut. Pak Reza  mencoba menenangkan Lili dan arwah Keyli yang sedang merasukinya.
            “Keyli! Percuma kamu bunuh Firgi, semua telah terjadi, biarlah Allah yang menghukumnya atas semua dosa yang pernah ia lakukan padamu. Apa kamu mau menumpuk-numpuk dosa dengan membunuhnya? Apa kamu tidak takut berhadapan dengan Allah di akhirat nanti?”nasehat pak Reza
            “Kau benar pak Reza, tapi keluarkan Firghi dan sekolah ini dan hukum dia!”perintah Keyli
            “Baik kami akan keluarkan Firgi dari sekolah ini, tapi biar Allah yang menghukumnya.”jawab pak Reza
Pak Reza langsung membaca ayat suci Al-Qur’an dan berhasil mengeluarkan arwah Keyli  dari tubuh Lili. Firgi bersimpuh di lantai, dan menyadari perbuatannya.
            “Pak Reza aku mengaku salah dan aku ingin bertaubat.”uncap Firgi
            “Iya Alhamdulillah, kamu sudah sadar sekarang, kamu tidak bisa melanjutkan sekolah disini lagi karena kamu sudah melanggar peraturan sekolah. Biar nanti bapak yang akan bicara pada orangtuamu untuk mengirimmu ke Pondok Pesantren.”saran Pak Reza
            “Baik pak.”jawab Firgi
            Sekarang aku mengerti, begitu penting sekali fondasi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt agar kita senantiasa terhindar dari dosa besar dan perbuatan keji. Dan kalau kita bertindak kita harus mau bertanggungjawab.


older post